“Draf RUU Minerba dibuat secara terburu-buru dan dalam senyap. Lebih parahnya, Baleg (Badan Legislatif) DPR menargetkan agar rapat penyusunan, panitia kerja, dan pengambilan keputusan bisa selesai dalam waktu sehari.”
BEM FHUI
Terancam Oligarki
Kekhawatiran atas wacana ini semakin nyata karena pengelolaan SDA di Indonesia masih didominasi oleh segelintir oligarki. Kekuasaan ini diklaim BEM FH UI sebagai pemicu degradasi lingkungan dan mengikis kekuatan lembaga demokrasi.
Hasil riset CELIOS (Centre of Economic and Law Studies) pun menjelaskan bahwa warga di sekitar kegiatan ekonomi ekstraktif tak jarang jadi kelompok rentan karena sulit meraih akses atas pendidikan maupun fasilitas kesehatan.
“Alih-alih meningkatkan taraf hidup masyarakat, kegiatan ekonomi ekstraktif justru merusak ekosistem lokal sehingga merugikan kehidupan ekonomi masyarakat lokal,” tulis pernyataan sikap lebih lanjut.
Apalagi proses pembentukan RUU Minerba dinilai penuh dengan kejanggalan. Hal ini diperkuat oleh pengakuan yang sempat dilakukan anggota Komisi X Putra Nababan yang berkata bahwa naskah akademik setebal 78 halaman baru dikirimkan 30 menit sebelum rapat pleno berlangsung.
“Draf RUU Minerba dibuat secara terburu-buru dan dalam senyap. Lebih parahnya, Baleg (Badan Legislatif) DPR menargetkan agar rapat penyusunan, panitia kerja, dan pengambilan keputusan bisa selesai dalam waktu sehari,” tulis pernyataan sikap BEM FH UI.
Bagi para mahasiswa berjas kuning ini, hal tersebut dinilai melanggar asas pembentukan peraturan perundang-undangan khususnya asas kejelasan tujuan, kedayagunaan, kehasilgunaan, dan keterbukaan.
“Tidak ada urgensi yang jelas mengapa cara fast-track legislation digunakan demi memperlancar jalannya RUU Minerba menuju tahapan pengundangan,” tulis pernyataan lebih lanjut. Oleh sebab itu, BEM FH UI melakukan pernyataan sikap sebagai berikut:

Sementara untuk pernyataan sikap yang lebih lengkap bisa dibaca pada tautan ini: https://bemfhui.com/perkaptolakwiup-perguruantinggi/
Memang akan jadi celaka jika perguruan tinggi justru menjadi sebuah pengeras suara kepada penguasa demi insentif-insentif izin SDA. Sementara ekonomi masyarakat lokal justru terpaksa membisu dan melesu mengais sisa-sisa remah SDA.






