Deportasi Sejak Donald Trump Dilantik
Departemen Keamanan Dalam Negeri dapat memulai proses deportasi terhadap pemegang green card atas berbagai dugaan aktivitas kriminal, termasuk mendukung kelompok teror. Pada akhirnya, diserahkan kepada hakim imigrasi untuk mencabut status kependudukan seseorang. Penangkapan ini merupakan salah satu tindakan pertama yang berdasarkan janji Trump untuk mendeportasi mahasiswa internasional yang bergabung dalam protes perang Israel di Gaza.
“Amerika Serikat tidak memiliki toleransi sama sekali terhadap pengunjung asing yang mendukung teroris. Melanggar hukum AS, termasuk mahasiswa internasional, akan menghadapi penolakan atau pencabutan visa dan deportasi,” tulis Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, pada akun X miliknya.
Pemerintah AS mengklaim para mahasiswa internasional akan kehilangan hak mereka untuk tetap tinggal di negara tersebut karena mendukung Hamas. Pemerintahan Trump menindak tegas mahasiswa internasional yang aktif dalam aksi protes terhadap Israel di universitas. Pemerintahan Trump pun meningkatkan pengawasan Universitas Columbia karena dianggap gagal memadamkan anti semitisme di lingkungan kampus.
Bahkan universitas itu dituduh telah membantu mengatur unjuk rasa yang tidak sah dengan mengagung-agungkan serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Lembaga-lembaga federal AS sempat mengumumkan akan memotong 400 juta dolar AS pada hibah dan kontrak dari universitas yang terkait dengan aksi pro-Palestina.
“Semua pendanaan federal akan berhenti untuk perguruan tinggi, sekolah, atau universitas mana pun yang mengizinkan protes ilegal. Agitator akan dipenjara atau dikirim kembali secara permanen ke negara asal mereka. Mahasiswa Amerika akan dikeluarkan secara permanen,” tulis Trump di berbagai media sosial miliknya.
Eskalasi penangkapan dimulai di Universitas Columbia pada 18 April 2024. Lebih dari 3.100 pengunjuk rasa ditangkap di AS termasuk anggota fakultas dan profesor lebih dari 60 universitas. Pendudukan kampus oleh mahasiswa pro-Palestina mengakibatkan penutupan Universitas Columbia.
Setidaknya ada sekitar 300 mahasiswa di seluruh AS yang dicabut visanya karena terlibat dalam protes pro-Palestina. Undang-undang Imigrasi dan Kewarganegaraan AS mengizinkan Departemen Luar Negeri untuk mendeportasi warga negara non-AS yang bertentangan dengan kebijakan luar negeri dan kepentingan keamanan nasional.
Tindakan itu merupakan bagian dari janji Trump untuk memerangi anti semitisme yang dituangkan dalam pemerintah eksekutif pada Januari lalu. Tak lama setelah dilantik, Trump langsung menandatangani perintah eksekutif yang menginstruksikan badan-badan federal untuk mengidentifikasi semua otoritas sipil dan hukum yang memerangi anti semitisme pada 29 Januari lalu.
Perintah eksekutif tersebut bahkan mencantumkan agar mereka mencari cara untuk mendeportasi para aktivis pro-Palestina yang melanggar hukum. Perintah ini juga mengharuskan para pemimpin lembaga dan departemen untuk memberikan rekomendasi kepada Gedung Putih dalam waktu 60 hari dan menguraikan rencana Departemen Kehakiman untuk menyelidiki grafiti dan intimidasi pro-Hamas yang diartikan pro-Palestina di kampus-kampus.
Alat kecerdasan buatan (AI) pun digunakkan untuk memindai akun media sosial dari puluhan ribu orang yang memegang visa pelajar asing. Ini untuk menilai apakah mereka menyatakan dukungan untuk Hamas setelah serangan kelompok itu pada 7 Oktober 2023 di Israel. Rencana itu sempat diprotes Foundation for Individual Rights and Expression (FIRE) selaku kelompok pendukung kebebasan bicara.
Mereka menegaskan bahwa AI tidak boleh diandalkan untuk melakukan penilaian yang berkaitan dengan konflik Israel dengan Palestina yang telah berlangsung selama puluhan tahun tersebut. “AI tidak dapat diandalkan untuk mengurai nuansa ekspresi tentang hal-hal yang kompleks seperti konflik Israel-Palestina,” kata seorang peneliti Fire, Sarah McLaughin.
Isu Palestina ini kembali ramai setelah Israel melanjutkan serangan ke Palestina pasca gagalnya perjanjian gencatan senjata dengan Hamas pada 19 Januari lalu. Konflik antara Israel dan Hamas meletus pada 7 Oktober 2023. Bermula saat Hamas meluncurkan serangan ke wilayah Israel lalu dibalas dengan serangan udara tanpa henti yang menyebabkan puluhan ribu korban jiwa di Palestina.
Serangan Israel juga menewaskan banyak anak-anak dan perempuan. Meski Israel mengklaim tindakannya sebagai bentuk pembelaan diri, padahal serangan itu adalah genosida yang dilakukan secara sistematis. Kebrutalan Israel di Jalur Gaza selama 15 bulan belakangan telah membuka mata anak-anak muda di AS.
Aksi-aksi unjuk rasa mendesak dihentikannya genosida sekaligus mendukung kemerdekaan Palestina kerap digelar di kampus-kampus. Protes pro-Palestina di kampus-kampus memuncak pada April 2024 bertepatan dengan rencana Israel menyerang wilayah Rafah. Protes lebih luas menyebar di AS dan negara-negara lain hingga musim panas.
Pada 2024, lembaga survei bernama Pew Research Center menyimpulkan bahwa masyarakat AS di bawah usia 30 tahun lebih bersimpati kepada rakyat Palestina dibandingkan Israel. Hanya sekitar 14 persen yang menyatakan simpati mereka seluruhnya kepada rakyat Israel.







Makin ditekan makin banyak pro Palestine. Mereka yg masih mempunyai rasa empati dan Kemanusiaan.pasti kan bersuara utk KEMERDEKAAN PALESTINA.Pengorbanan Rakyat Palestina yg Luar Biasa tdk Sebanding dg yg lainnya..Free Free Palestne✌✌✌
kekuatan palestina sedang mengocok dadu dunia, pemilahan antara yang hak dan yang batil semakin gamlang dan jelas.
semua sendi berkontraksi menuju proses keseimbangan baru menuru tatadunia unipolar baru.
imperialis kapitalis pada titik nadir, seakan ingin mengajak semua untuk runtuh.
geliat itu merambah kaum terpelajar, yang sadar akan fungsi diri sejatinya.
apalah artinya gelar dan sebagainya bila tidak dapat memartabatkan manusia.
pada akhirnya semua akan beriring satu gerbong, yaitu gerbong Perlawanan melawan musuh bersama yaiut kapitalsi Imperialis dan sejatinya semua ini bukan karena kita, tetapi karena Paestina kita begini.
Panjang Umur Palestina
Kalau saya jadi mahasiswa yg visanya dicabut, saya tidak akan menyesal karena saya tahu yg saya bela adalah kebenaran lagi pula universitas yg bagus bukan hanya di Amerika, di negara negara lain pun ada. Dan kalau saya jadi kepala negara maka saya akan langsung memutuskan hubungan diplomatik dengan Amerika, karena kami tidak membutuhkan visa Amerika, jangan buat Amerika jadi tambah besar kepala dengan mengiba-iba untuk mendapatkan visa, BOIKOT AMERIKA,FREE PALESTINE!