More

    Mengapa Regulasi Pekerja Rumah Tangga Masih Jauh dari Harapan?

    Proses dan Tantangan Penyusunan Regulasi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga di Indonesia

    Di Indonesia, upaya untuk menyusun regulasi yang melindungi hak-hak pekerja rumah tangga telah berlangsung selama beberapa tahun, namun prosesnya menghadapi berbagai tantangan. Meskipun Indonesia belum meratifikasi Konvensi ILO No. 189, terdapat dorongan dari organisasi masyarakat sipil, serikat pekerja, dan beberapa anggota parlemen untuk mengesahkan undang-undang yang khusus melindungi pekerja rumah tangga. Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) telah diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak tahun 2004, tetapi hingga saat ini, regulasi tersebut belum disahkan.

    Meskipun berjalan lambat, terdapat kemajuan yang telah dicapai dalam upaya advokasi untuk perlindungan pekerja rumah tangga di Indonesia. Pada tahun 2010, Kementerian Tenaga Kerja mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, yang mencakup ketentuan mengenai hak cuti, upah yang layak, dan larangan pekerjaan berbahaya. Namun, peraturan ini bersifat administratif dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat seperti undang-undang. Selain itu, beberapa pemerintah daerah, seperti DKI Jakarta, telah mengeluarkan peraturan lokal yang memberikan perlindungan tambahan bagi pekerja rumah tangga, meskipun cakupannya terbatas pada wilayah tertentu.

    - Advertisement -

    Organisasi non-pemerintah (NGO) dan serikat pekerja, seperti Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), juga memainkan peran penting dalam mendorong kesadaran publik dan advokasi kebijakan. Mereka menggalang dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk media dan akademisi, untuk menekan pemerintah agar segera mengesahkan RUU PPRT.

    Meskipun ada proses kemajuan rekognisi pekerja rumah tangga di Indonesia, namun proses penyusunan regulasi perlindungan pekerja rumah tangga di Indonesia menghadapi sejumlah hambatan signifikan. Salah satu hambatan utama adalah penolakan dan kekhawatiran dari pengambil kebijakan dan pengusaha yang khawatir bahwa regulasi akan meningkatkan biaya tenaga kerja dan membebani rumah tangga yang mempekerjakan pekerja rumah tangga (Kompas, 15 Maret 2021, RUU PPRT: Antara Harapan dan Kekhawatiran). Selain itu, pekerja rumah tangga sering kali dianggap sebagai bagian dari sektor informal, yang menyulitkan penegakan hukum dan pengawasan.

    Norma budaya juga menjadi tantangan, di mana pekerjaan rumah tangga sering dipandang sebagai “bantuan” daripada pekerjaan formal, sehingga hak-hak pekerja tidak diakui sepenuhnya (Safitri, 2023). Pandangan ini disebabkan oleh kuatnya patriarkal dalam kerja perawatan yang melekat pada perempuan terkait pekerjaan domestik yang dianggap sebagai ranah privat. Selain itu, minimnya kesadaran di kalangan pekerja rumah tangga tentang hak-hak mereka juga berkontribusi pada rendahnya tekanan dari bawah untuk perubahan regulasi. Selain itu, kompleksitas dalam mengatur sektor yang sebagian besar bersifat privat dan tersebar di seluruh negeri menambah kesulitan dalam merancang mekanisme penegakan yang efektif.

    Proses penyusunan regulasi perlindungan pekerja rumah tangga di Indonesia menunjukkan adanya kemajuan meskipun sangat lambat karena adanya tantangan politik, struktural dan budaya. Regulasi pekerja rumah tangga sangat penting untuk memastikan hak dan martabat pekerja rumah tangga baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Dengan menganalisis dan mengadopsi praktik baik dari berbagai negara, serta mempertimbangkan konteks lokal seperti di Indonesia, pemangku kepentingan dapat menciptakan sistem yang lebih adil yang melindungi hak-hak pekerja rumah tangga dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

    *Penulis adalah Deputy Director INFID

    Referensi:

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here