More

    UPH Pelopori Dialog Lintas Sektor soal Performing Rights, Dorong Ekosistem Musik yang Adil

    Adi Adrian, kibordis KLa Project (kiri). (ist)

    Menjembatani Kreator dan Pengguna Musik 

    Dari sisi pengelolaan hak, Adi Adrian, kibordis KLa Project sekaligus Ketua Badan Perkumpulan Wahana Musik Indonesia (WAMI), membagikan pengalaman panjang WAMI sebagai Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang mengelola royalti musik. Sejak 2006, WAMI menjadi jembatan antara pencipta dan pengguna musik. Mereka mengeluarkan lisensi massal, memantau penggunaan lagu, dan mendistribusikan royalti.  

    Adi menambahkan, peran institusi pendidikan tinggi sangatlah penting sebagai jembatan antara pelaku industri, pembuat kebijakan, dan masyarakat. Ia melihat potensi besar UPH sebagai institusi akademik yang mampu membangun kesadaran publik tentang pentingnya menghargai karya musik. 

    - Advertisement -

    “Kegiatan ini tidak boleh berhenti di sini. Harus terus berlanjut, baik dalam bentuk seminar maupun diskusi. UPH punya peran penting sebagai institusi pendidikan yang bisa memformalkan isu ini. Jadi sangat dibutuhkan institusi pendidikan tinggi seperti UPH untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat lewat pendekatan yang tepat,” ucap Adi. 

    Menakar Ulang Aturan, Mengokohkan Peran Pendidikan 

    Isu performing rights bukan sekadar persoalan legal, tetapi juga refleksi dari tantangan budaya, ekonomi, dan teknologi yang harus dijawab bersama—termasuk oleh perguruan tinggi. 

    Dari perspektif akademik, Prof. Dr. Henry Soelistyo Budi, S.H., LL.M., Kaprodi Doktor Hukum UPH, menegaskan bahwa hukum tidak bisa berjalan di belakang realitas sosial yang sudah berubah drastis akibat digitalisasi. Ia menyoroti perlunya revisi Undang-Undang Hak Cipta sebagai langkah konkret dalam menghadirkan sistem hukum yang adaptif dan visioner. 

    “Kampus harus turut menyuarakan pendapatnya, memberikan mitigasi atas isu hak cipta musik dan mendorong revisi UU Hak Cipta. Perubahan itu harus mengakomodasi dampak teknologi digital, termasuk adopsi kecerdasan buatan (AI) yang mulai memengaruhi cara musik diciptakan dan disebarkan,” katanya. 

    Baginya, pembaruan regulasi bukan koreksi hukum semata. Ini adalah bagian dari strategi membangun fondasi industri kreatif yang lebih kokoh. “Kuncinya adalah bagaimana kita mengintegrasikan revisi UU Hak Cipta ini sebagai bagian dari kebijakan ekonomi kreatif nasional. Kalau regulasinya kuat dan adaptif, industri musik Indonesia akan tumbuh lebih sehat dan berdaya saing,” tambahnya. 

    Seminar ini mencerminkan komitmen UPH sebagai pelopor ruang dialog lintas sektor yang bersama-sama menata ulang sistem yang lebih adil dan transparan. Dunia pendidikan, dalam hal ini UPH, hadir bukan hanya sebagai pengamat, tetapi sebagai mitra aktif yang menghadirkan solusi berbasis ilmu dan nilai. 

    Melalui kegiatan serupa, UPH terus meneguhkan perannya dalam menghasilkan lulusan yang takut akan Tuhan, kompeten, dan berdampak bagi masyarakat, termasuk di bidang hukum dan industri kreatif. Inilah bentuk kontribusi nyata UPH dalam membangun masa depan bangsa yang menjunjung integritas, etika, dan kemajuan bersama. 

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here