
Mahasiswa juga dihadapkan pada tantangan nyata untuk membagi waktu antara perkuliahan dan aktivitas lain, termasuk pekerjaan. Fenomena kuliah sambil bekerja kini semakin umum dijumpai, baik dalam bentuk pekerjaan paruh waktu, proyek lepas, maupun kewirausahaan. Seperti Rosida, atau akrab disapa Oci, lulusan Fakultas Teknik dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) nyaris sempurna, 3,98.
Di tengah lautan toga dan senyum para wisudawan Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika), ia adalah salah satu sosok yang mencuri perhatian. Di balik pencapaian gemilang itu, tersembunyi kisah perjuangan yang luar biasa. Gadis asal Sumedang ini memulai perjalanannya dari sebuah jeda.
Setelah lulus SMA, ia menunda kuliah selama satu tahun karena kondisi ekonomi keluarga yang belum memungkinkan. “Saat itu belum bisa langsung kuliah, tapi saya tahu saya harus. Bukan untuk gengsi, tapi untuk jadi kebanggaan orang tua,” tutur Oci seperti dikutip dari Radar Karawang.
Ibunya berjualan kue dari pagi hingga sore untuk menyambung hidup, sementara ayahnya membantu dengan penghasilan yang tak menentu. Dari keluarga sederhana inilah, Oci belajar makna kerja keras dan ketulusan. Pada 2021, Oci akhirnya diterima di Unsika dan mendapatkan beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Ia pun langsung fokus pada kuliah. Masa awal perkuliahan masih berlangsung secara daring karena pandemi, dan ia menjalaninya sendirian di kamar kos, ditemani mimpi besar dan doa orang tua dari kejauhan. Memasuki semester tiga, perkuliahan kembali tatap muka. Oci mulai aktif di berbagai organisasi dan kegiatan kampus, termasuk program Kampus Merdeka.
Di sinilah tantangan sesungguhnya dimulai dengan membagi waktu antara akademik, organisasi, magang, hingga pekerjaan sampingan. Oci dipercaya menjadi asisten dosen, mengikuti studi independen MBKM, dan dua kali magang di industri manufaktur. Semua itu dijalankan dengan tekun dan konsisten.
Tak hanya itu, ia juga sempat bekerja paruh waktu di sebuah toko minuman susu murni dekat kampus. “Paling besar tantangannya itu bagaimana menyeimbangkan antara akademik dan organisasi. Kadang jam tidur pun harus saya korbankan,” kenangnya.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>






