
Anggota parlemen Belanda, Esther Ouwehand, diminta mengganti pakaiannya setelah menghadiri debat anggaran negara dengan mengenakan busana bermotif bendera Palestina, Kamis (18/9). Ketua Parlemen, Martin Bosma, menghentikan pidatonya dan menyebut bahwa tindakan tersebut dianggap “menyinggung,” sebelum memintanya untuk mengganti pakaian dan kembali ke ruang sidang.
Ouwehand menolak permintaan itu, dengan alasan tidak ada aturan yang melarang penggunaan warna merah, hijau, putih, dan hitam di ruang parlemen. Namun, ia akhirnya terpaksa keluar dan berganti pakaian. Saat kembali, ia mengenakan kaus bergambar semangka simbol yang kerap dikaitkan dengan solidaritas Palestina di media sosial.
Pihak parlemen menjelaskan bahwa ruang sidang harus dijaga netralitasnya dan penampilan simbol politik dianggap melanggar tata tertib. Melalui akun X/Twitter, Ouwehand menegaskan sikapnya, “Ketika Raja menyampaikan pidato kepada negara, genosida sedang berlangsung di Gaza. Anak-anak, keluarga, dan jurnalis dibunuh dan dibuat kelaparan. Semua mata seharusnya tertuju pada Gaza.” tulisnya.
Sehari sebelumnya, Ouwehand juga menulis bahwa Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi (VVD), partai yang sedang berkuasa, enggan menggunakan istilah “genosida” saat membahas Gaza. Ia menuding VVD tidak mau membantu anak-anak Palestina yang terluka agar bisa mendapat perawatan di rumah sakit Belanda, serta menghalangi berbagai upaya pencegahan genosida.






