Meski kerjasama institusional dihentikan, Universitas Utrecht masih memperbolehkan dosen dan peneliti untuk menjalin kolaborasi individual dengan rekan akademisi dari Israel. Sementara itu, kerja sama lama yang sedang berjalan akan tetap dilanjutkan, asalkan tidak terbukti berkontribusi pada pelanggaran hak asasi manusia atau riset militer.
Untuk memastikan hal ini, sebuah dewan etik khusus dibentuk untuk menyaring semua kolaborasi di masa depan. Langkah Utrecht disambut baik oleh berbagai kelompok pro-Palestina, termasuk Boycott, Divestment, Sanctions (BDS) dan Palestinian Campaign for the Academic and Cultural Boycott of Israel (PACBI).
Mereka menilai keputusan ini mematahkan tabu yang selama ini melekat di dunia akademik Barat, yang cenderung menghindari penggunaan istilah boikot. Meski bukan universitas Eropa pertama yang memutus hubungan dengan Israel (sebelumnya ada Trinity College Dublin di Irlandia), keputusan Utrecht dianggap lebih berani secara simbolis.
Penggunaan kata boikot secara eksplisit mengirimkan pesan global yang kuat, yakni ilmu pengetahuan tidak boleh berdiri di atas penderitaan dan ketidakadilan. Keputusan Universitas Utrecht ini diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi kampus-kampus lain di seluruh dunia untuk mengambil sikap serupa.
Terlebih, dengan data Kementerian Kesehatan Gaza yang menunjukkan lebih dari 63 ribu warga Palestina tewas, desakan untuk bertindak semakin kuat. Universitas Utrecht kini tidak hanya bicara, melainkan bertindak, menegaskan bahwa ilmu pengetahuan memiliki kompas moral yang harus selalu berpihak pada kemanusiaan.







Sangat Berpengaruh sekali pergerakan rakyat dunia hanya dgn Aksi2 sederhana walau ada yg exstrem…terus lah bersuara agar makin runtuh kolonialisme
Langkah seperti ini perlu dilakukan oleh semua universitas seluruh dunia.
Langkah seperti ini perlu dilakukan oleh semua universitas seluruh dunia. Tentunya dimulai dari komitmen semua warga universitas mulai dari rektor sampai mahasiswanya.
Universitas Utrecht di Belanda yang sudah berdiri sejak 1636 secara resmi mengumumkan pemutusan seluruh kerjasama institusional dengan universitas dan lembaga di Israel. Keputusan ini menjadi tonggak sejarah karena menjadikan Utrecht sebagai universitas besar pertama di dunia Barat yang secara terbuka menggunakan istilah boikot dalam kebijakan resminya terkait konflik di Gaza.
Langkah berani ini membuat saya terharu dan semoga menjadi contoh dan inspirasi kepada universitas yang lain sehingga semakin banyak yang mengikuti jejaknya
Keputusan ini menjadi bukti bahwa tekanan mahasiswa dan nurani masih bisa mengubah sejarah.
Semoga ini bisa menjadi gelombang boikot yang meluas.
Lanjut_DAN..✌️