
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, meminta para pimpinan perguruan tinggi di wilayahnya untuk mengarahkan mahasiswa agar tetap menyampaikan aspirasi dengan cara sopan, damai, dan tanpa kekerasan. Hal ini disampaikan Sultan dalam pertemuan bersama pimpinan sepuluh perguruan tinggi negeri maupun swasta di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Minggu malam (31/8).
“Pertemuan kami ini dengan para rektor maupun pembantu rektor di DIY untuk menyamakan persepsi. Harapan saya, untuk bisa memberikan pemahaman, menyampaikan aspirasi boleh, tidak ada yang melarang. Tapi untuk demokratisasi, itu dengan baik, dengan sopan, bukan dengan kekerasan,” kata Sultan, seperti dikutip dari Inilah.
Perguruan tinggi yang hadir antara lain Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN), Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta (UPN), Institut Seni Indonesia (ISI), Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Universitas Sanata Dharma (USD), dan Universitas Amikom Yogyakarta.
Dalam arahannya, Sultan menegaskan bahwa mahasiswa wajar menyampaikan aspirasi, tetapi demokrasi harus dibangun dengan itikad baik, tanpa korban maupun kerusakan yang bersifat anarkistis. Ia juga menyebutkan bahwa Pemda DIY melalui Dinas Pendidikan sudah berkomunikasi dengan pimpinan SMA maupun SMP untuk memberikan pemahaman kepada pelajar agar tidak ikut aksi dengan cara membolos sekolah.
“Saya ingin Bapak-Bapak Rektor ini juga bisa arahkan para mahasiswanya. Tapi bagaimana demokrasi dibangun dengan itikad baik tanpa harus ada korban maupun kerusakan yang sifatnya anarkistis. Itu aja kesepakatannya. Kalau tidak perlu, kan enggak perlu harus bolos sekolah karena tugasnya anak-anak ini bersekolah,” kata Sultan.
Seruan Sultan ini muncul setelah meninggalnya mahasiswa Universitas Amikom Yogyakarta, Rheza Sendy Pratama, saat mengikuti aksi unjuk rasa di Yogyakarta, Minggu (31/8). Rheza dilaporkan sempat tertinggal dari rombongan ketika polisi menembakkan gas air mata di sekitar Mapolda DIY.
Rekan-rekannya menyebut motor yang dikendarainya mati sehingga ia terpisah dari massa. Tak lama setelah itu, ia ditemukan dalam kondisi tidak sadarkan diri dan kemudian dinyatakan meninggal di RSUP Dr. Sardjito. Kabar ini mengguncang publik, apalagi setelah keluarga mengungkapkan kondisi jenazah yang penuh luka, memar, hingga patah leher.
Meski demikian, keluarga menolak otopsi dan memilih mengikhlaskan kepergian putra mereka. Universitas Amikom Yogyakarta pun menyampaikan duka mendalam serta menegaskan pentingnya penyelidikan transparan dari kepolisian. Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Ahmad Fauzi mengatakan pihak kampus masih mengumpulkan informasi dari rumah sakit maupun rekan-rekan almarhum, sembari menunggu penjelasan resmi aparat.
Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, menegaskan bahwa menyampaikan aspirasi adalah hak konstitusional, tetapi harus dilakukan secara damai. Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UGM, Arie Sujito, menilai arahan Gubernur DIY penting agar kampus bisa mendampingi mahasiswa dengan baik.
“Demonstrasi tidak dilarang, tetapi kita semua diminta menjaga agar jangan sampai berkembang menjadi anarkistis. Kita harus melindungi mahasiswa dan masyarakat Yogyakarta dari potensi manipulasi pihak-pihak tertentu,” kata Arie.
Siap Lakukan Penyidikan
Bersambung ke halaman selanjutnya –>







Salam Damai Seluruh Alam ✌️