More

    Antara Harapan Perdamaian dan Bayang-Bayang Kolonialisme dalam Genjatan Senjata Israel-Hamas

    Gencatan Senjata Bukan Akhir Segalanya

    Sementara itu, Furqan AMC memandang bahwa gencatan senjata ini memberikan jeda kemanusiaan bagi warga Gaza, namun belum cukup menjamin perdamaian permanen. “Sebagai manusia, kita bersyukur ada gencatan senjata karena ini memberi nafas bagi warga Palestina. Tapi kita harus bertanya, apakah Israel betul-betul mau gencatan senjata permanen atau tidak?” katanya.

    Ia menyoroti bahwa Amerika Serikat telah enam kali memveto resolusi gencatan senjata di PBB, menandakan bahwa dukungan terhadap Israel masih sangat kuat di level global. Selain itu, Furqan menilai agresi Israel tak hanya berhenti di Gaza.

    - Advertisement -

    Lebih jauh, Furqan menyebut bahwa Israel menggunakan Hamas hanya sebagai dalih untuk memperluas wilayah kekuasaannya. “Di Tepi Barat mereka menggunakan milisi untuk mengusir warga Palestina. Setelah itu mereka bangun pemukiman ilegal, melanggar hukum internasional tapi tak peduli,” ujarnya.

    Ia menilai apa yang terjadi saat ini merupakan bentuk kolonialisme modern. “Targetnya bukan sekadar Hamas. Agendanya adalah mencaplok wilayah. Bahkan kemungkinan besar akan terus menyasar ke wilayah Suriah, Sudan, Yordania, Mesir, dan Arab Saudi,” jelasnya.

    Itulah sebabnya, gelombang solidaritas dunia terhadap Palestina begitu besar. “Seluruh dunia sudah muak dengan kolonialisme. Tapi masih ada akarnya yang tersisa di tanah Palestina,” tambahnya.

    Furqan juga mengingatkan bahwa dalam berbagai draft perdamaian yang diajukan, termasuk oleh pemerintahan Trump, tidak ada satupun yang secara tegas membahas kemerdekaan Palestina. “Coba kita lihat, dalam 20 draft yang diajukan Trump, tidak ada satupun yang membicarakan kemerdekaan Palestina. Padahal inilah yang substansi,” tegasnya.

    Ia membandingkan situasi ini dengan sejarah Indonesia, ketika penjajahan Belanda berusaha dikemas ulang melalui perundingan setelah proklamasi kemerdekaan. “Ini adalah tipu muslihat kolonialisme. Persis seperti dulu waktu Indonesia merdeka diajak berunding sambil pasukan tetap dikirim,” tutupnya.

    Baik Prof. Hikmahanto maupun Furqan AMC sepakat bahwa gencatan senjata hanyalah langkah awal. Perdamaian sejati hanya akan terwujud jika akar persoalan penjajahan dan pendudukan wilayah diselesaikan secara adil. Gaza, bagi mereka, bukan sekadar titik konflik, melainkan simbol perlawanan terhadap kolonialisme modern dan perjuangan abadi untuk mempertahankan martabat manusia.

    - Advertisement -

    2 COMMENTS

    1. Saya setuju bahwa nyawa manusia di Gaza sangat berharga. Namun benar juga kata Prof. Hikmahanto, tanpa keadilan di tanah Palestina, gencatan senjata hanya jadi jeda sementara. Kuncinya ada pada keberanian dunia internasional menekan Israel dan AS.

    2. Gencatan senjata seharusnya bukan sekadar jeda untuk menata ulang strategi perang, melainkan langkah awal menuju keadilan yang hakiki bagi rakyat Palestina. Perdamaian tanpa keadilan hanyalah ilusi. Dunia tidak boleh terbuai oleh istilah “gencatan senjata” sementara blokade, pendudukan, dan penjajahan masih terus berjalan.
      Selama tanah mereka tetap dijajah, rumah dirampas, dan anak-anak mereka tumbuh dalam bayang-bayang senjata, maka tidak ada yang bisa disebut damai. Palestina tidak butuh belas kasihan, mereka butuh haknya dikembalikan.
      Semoga dunia segera sadar: ini bukan konflik dua pihak yang seimbang, tapi perjuangan bangsa yang terjajah melawan kolonialisme modern. Pembelaan terhadap Palestina adalah pembelaan terhadap kemanusiaan itu sendiri.

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here