
Menembus Batas dengan Bahasa Isyarat
Sementara itu, suasana haru dan bangga mewarnai wisuda Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan (UMPP) pada Selasa (21/10), ketika Ika Rizki Damayanti, mahasiswi penyandang tuli, naik ke mimbar untuk menyampaikan pidato kelulusannya.
Dengan didampingi juru bahasa isyarat, Ika sukses menjadi wisudawati tuli pertama di kampus tersebut, membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk meraih prestasi akademik. “Perkenalkan saya Ika. Saya tuli sejak usia 1 tahun. Alhamdulillah hari ini saya bisa lulus D3 Manajemen Informatika UMPP,” ucapnya seperti dikutip dari situs Muhammadiyah.
Ika bercerita bahwa dirinya baru belajar bahasa isyarat saat SMA setelah bertahun-tahun bersekolah di sekolah umum tanpa fasilitas pendukung bagi penyandang tuli. Ia sempat dianggap “berbeda”, tetapi hal itu justru menjadi bahan bakar untuk terus maju.
Kini, Ika aktif dalam komunitas Tuli Muda Pekalongan, yang telah lima tahun membuka kelas bahasa isyarat untuk masyarakat umum. Selain itu, ia juga bekerja sebagai juru bahasa isyarat di salah satu stasiun televisi lokal, Batik TV.
“Sebelum saya lulus, saya bisa melihat langsung UMPP berusaha menjadi kampus yang inklusif, ramah untuk difabel. Terima kasih,” ujarnya penuh haru.
Ika berharap UMPP terus menjadi kampus yang membuka ruang seluas-luasnya bagi mahasiswa difabel untuk belajar dan berkembang.
Baik Hendri maupun Ika sama-sama menunjukkan makna sejati pendidikan, yaitu keberanian untuk belajar, beradaptasi, dan berjuang menghadapi keterbatasan. Hendri menegaskan pentingnya kebijakan berbasis riset untuk masa depan olahraga nasional, sementara Ika menunjukkan bahwa inklusivitas dan kesetaraan dalam pendidikan bukan sekadar wacana, tetapi perlu diwujudkan nyata.
Dua sosok ini menjadi simbol semangat mahasiswa dan insan akademik Indonesia bahwa perjuangan tak berhenti di ruang kuliah, melainkan terus berlanjut di masyarakat untuk membawa perubahan.






