Selain itu, Prof. Aleksius mengingatkan pentingnya ketahanan pangan dan kemandirian nasional. “Indonesia harus tetap berpegang pada prinsip hukum internasional dan tidak boleh bergantung penuh pada negara lain dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Di tengah status Indonesia sebagai middle power, kemandirian dan keberanian memainkan diplomasi akan menentukan posisi Indonesia dalam tatanan global yang penuh ketidakpastian,” tegasnya.
Sebagai narasumber, Prof. Anak Agung Banyu Perwita, Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pertahanan Republik Indonesia menyoroti dimensi keamanan dan persaingan kekuatan di Asia Pasifik. Ia menekankan bahwa mahasiswa Hubungan Internasional harus senantiasa mengikuti dinamika berita global agar mampu membaca arah perkembangan geopolitik.
Menurutnya, Tiongkok semakin menunjukkan kesiapan di Laut Tiongkok Selatan, dan tren belanja militer yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir berkaitan erat dengan kompetisi ekonomi-politik.
“Asia Pasifik adalah kawasan yang sangat menarik bagi kekuatan regional maupun eksternal. Ketika berbicara tentang power politics, isu keamanan maritim dan perlombaan senjata menjadi sangat menonjol karena berkaitan langsung dengan perebutan sumber daya strategis seperti nikel, batu bara, dan energi” jelas Prof. Banyu.
Ia juga menegaskan bahwa inisiatif Belt and Road Initiative (BRI) yang digagas Tiongkok merupakan bagian dari strategi besar untuk memenangkan great power competition. Dalam kerangka realisme, kata Prof. Banyu, kerja sama internasional kerap dianggap semu karena persoalan kepercayaan. “Amerika Serikat dan Tiongkok tidak pernah sepenuhnya percaya satu sama lain. Tiga instrumen utama kebijakan luar negeri Tiongkok—economic statecraft, diplomasi global dan regional, serta modernisasi militer—menjadi pilar bagi strategi globalnya” paparnya.
Berdasarkan data Lowy Institute, Tiongkok kini memiliki kedekatan dan pengaruh yang dominan terhadap sebagian besar negara di Asia Pasifik, sedangkan Amerika Serikat hanya memiliki intensitas kedekatan kuat dengan 3 dari 12 negara di kawasan tersebut. Hal ini menegaskan adanya perubahan lanskap kekuatan di Asia Pasifik.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>






