More

    Saleh Aljafarawi, Suara Gaza yang Dibungkam Peluru

    Jurnalis yang Tak Kenal Takut

    Rekan masa kecilnya, Eman Murtaja, yang kini menulis untuk Al Jazeera, mengenang Saleh sebagai sosok ceria dan penyayang anak-anak. Meski dikenal periang, Saleh menanggung beban berat di balik lensa kameranya. “Melalui kameranya, Saleh merekam genosida dengan segala detail mengerikan,” tulis Murtaja. 

    Ibunya menderita kanker, ayahnya sakit, sementara kakaknya sempat ditangkap oleh tentara Israel di Rumah Sakit Al-Shifa. Di tengah kesulitan itu, ia tetap setia menjalankan misinya: memperlihatkan kebenaran kepada dunia. “Ia tak segan mendatangi lokasi pengeboman untuk melaporkan dan menolong korban, meski itu berarti mempertaruhkan nyawanya sendiri.” sambungnya.

    - Advertisement -

    Keberaniannya membuatnya menjadi target. Saleh sempat masuk dalam daftar red notice otoritas Israel dan menerima banyak ancaman. Pada Februari 2024, ia terluka akibat serangan drone Israel saat meliput distribusi bantuan medis di Rumah Sakit Al-Nasr, Gaza Selatan.

    Beberapa hari setelah gencatan senjata diumumkan, Saleh sempat mengunggah video penuh semangat yang viral di media sosial, menandai harapan baru bagi warga Gaza.“Sejujurnya, saya hidup dalam ketakutan setiap detiknya, terutama setelah mendengar apa yang dikatakan pendudukan Israel mengenai saya,” ujarnya dalam wawancara bersama Al Jazeera pada Januari 2025.

    Namun, harapan itu tak bertahan lama. Ia dilaporkan diculik, dipukuli, dan kemudian ditemukan tewas dengan tujuh luka tembak di tubuhnya. Saat ditemukan, Saleh masih mengenakan rompi bertuliskan “Press.” Ayahnya menyampaikan kesedihan mendalam melalui unggahan di akun Wreath Piece.

    Kabar kepergiannya mengguncang komunitas jurnalis Gaza. “Kamu bilang kepadaku bahwa kamu ingin menjadi seorang martir. Semoga Tuhan mengabulkan belas kasihan-Nya kepadamu.”ujar ayahnya.

    Ia menegaskan, meskipun pasukan Israel telah mundur dari sebagian wilayah Gaza, ancaman terhadap jurnalis masih terus membayangi. “Pembunuhan Saleh bukan sekadar kehilangan seorang jurnalis berbakat, tetapi juga peringatan bahwa kami belum benar-benar aman. Pesan pembunuhan itu jelas: siapa pun yang terus melaporkan kebenaran akan dibungkam dengan kekerasan.” tulis Murtaja.

    Menurut data lembaga pers Palestina, lebih dari 270 jurnalis telah gugur sejak perang 2023. Namun semangat untuk menyuarakan kebenaran tak padam. “Saya tidak lagi merasa aman,” kata Murtaja, “tetapi saya tidak akan menyerah pada impian untuk menjadi jurnalis.” sambungnya.

    Kisah Saleh Aljafarawi menjadi cerminan keberanian generasi muda Palestina yang menolak bungkam meski dunia tampak berpaling. Ia bukan hanya jurnalis, melainkan saksi sejarah, suara bagi yang tak bersuara, dan simbol perlawanan terhadap penindasan.

    Di tengah reruntuhan Gaza, namanya akan selalu diingat sebagai suara terakhir yang tetap hidup dalam kegelapan perang.

    - Advertisement -

    5 COMMENTS

    1. Tak membungkam
      Malah menjadi pemantik semangat meneruskan girah beliau untuk terus bersuara akan pentingnya pembelaan kepada kaum tertindas khususnya membela kemerdekaan Palestina dari penjajah zionis laknatullah.

      Panjang Umur Oalestuna

    2. Suara kebenaran akan tetap langgeng dan pasti datangnya tidak akan bisa dibungkam meski ditembus tujuh peluru sedangkan kebatilan akan lenyap dan pasti lenyap walau dunia bungkam dan memalingkan wajahnya

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here