Mereka menambahkan, telah ada kesepakatan tertulis dengan calon mahasiswa terkait jenis dan jumlah barang yang dibawa. “Nama-nama yang tercantum dalam surat edaran bukanlah senior atau pihak lain yang menitipkan barang, melainkan mahasiswa baru yang menjadi penerima titipan,” tegas mereka.
Meski begitu, istilah seperti barang titipan dan hibah tetap menimbulkan kesan tidak transparan. Banyak pihak menilai, penggunaan mahasiswa baru untuk mengurus logistik organisasi memperlihatkan adanya ketimpangan posisi antara anggota lama dan anggota baru.
Selain itu, surat edaran tersebut juga menyinggung soal uang pangkal sebesar Rp1 juta, yang disebut sebagai biaya keanggotaan dan dana perputaran organisasi. PPI Tunisia menjelaskan dana tersebut digunakan untuk mendukung kegiatan tahunan, kajian ilmiah, serta membantu urusan administrasi dan kesehatan mahasiswa baru di Tunisia.
Dalam pernyataan lanjutan, PPI Tunisia menyampaikan permohonan maaf dan berjanji menarik surat tersebut. “Kami memandang dinamika yang terjadi sebagai bahan refleksi dan evaluasi berharga untuk memperkuat tata kelola organisasi di masa mendatang,” tulis mereka.
Meskipun klarifikasi sudah diberikan, peristiwa ini menjadi bahan refleksi penting bagi organisasi mahasiswa di luar negeri. Kasus tersebut menunjukkan bagaimana semangat solidaritas dalam komunitas pelajar bisa bergeser menjadi struktur kekuasaan ketika tata kelola dan komunikasi tidak dijalankan dengan transparan.






