More

    Tanah yang Dijanjikan yang Tak Lagi Menjanjikan

    Infografis emigrasi warga Israel di sebuah media Israel.

    Fenomena emigrasi besar-besaran ini pada dasarnya adalah bentuk perlawanan pasif rakyat terhadap kebijakan negaranya sendiri. Mereka tidak turun ke jalan dengan spanduk, tetapi mereka memilih pergi keluar dari sistem yang mereka anggap gagal melindungi dan membahagiakan warganya. Ini adalah bentuk protes paling sunyi, namun paling dalam: meninggalkan tanah yang dulu dianggap “tanah abadi yang dijanjikan”.

    Dampaknya bisa jauh lebih luas dari yang tampak. Eksodus warga sipil, terutama yang produktif dan sekuler, akan menggeser komposisi sosial Israel menjadi semakin religius dan konservatif. Dalam jangka panjang, ini akan mempersempit ruang dialog dan memperkuat politik ekstrem yang justru memperdalam isolasi Israel di mata dunia. Dengan kata lain, yang tersisa di dalam negeri adalah mereka yang paling keras ideologinya, yang paling ekstrem dan tidak menyisakan sedikit pun ruang kompromi untuk berdamai.

    Dunia kini melihat paradoks besar: negara yang dibangun dengan semangat imigrasi kini menghadapi gelombang emigrasi. Israel, yang selama puluhan tahun menjadi tujuan kembali ke tanah yang dijanjikan kini menjadi tanah yang ditinggalkan. Tanah yang dijanjikan kini tidak lagi menjajikan.

    - Advertisement -

    Apakah ini tanda runtuhnya keyakinan mereka terhadap proyek Zionisme itu sendiri? Mungkin belum sampai ke sana, tetapi retaknya fondasi ideologis sudah mulai terlihat. Ketika rumah tak lagi dirasa aman, dan negara gagal menjadi pelindung, maka orang mulai mencari makna “tanah terjanji” di tempat lain.

    Dalam konteks ini, eksodus warga Israel bukan sekadar statistik demografis, melainkan refleksi kegagalan moral dan politik negara itu sendiri. Ini menunjukkan bahwa di balik citra “negara kuat” yang dipamerkan, terdapat ketakutan kolektif yang menumpuk, keresahan sosial yang membusuk, dan generasi muda yang kehilangan keyakinan pada masa depan bangsanya.

    Dan jika tren ini berlanjut, maka sejarah mungkin akan mencatat bahwa pada akhirnya bukan peluru atau bom yang melemahkan Israel, melainkan hilangnya kepercayaan rakyatnya sendiri terhadap makna “tanah air yang dijanjikan”.

    *Anggota Geostrategy Study Club (GSC), Kandidat Doktor Ulumul Tarbiyat, Universitas Internasional Al Mustafa, Qom, Iran.

    - Advertisement -

    6 COMMENTS

    1. Masya Allah, luar biasa.
      Baru kali ini saya membaca berita tentang Israel dan Palestina yang membuat hati sebegitu lega. Penantian panjang terasa sedikit terobati semoga keadilan, keselamatan, dan masa depan yang layak bagi rakyat Palestina segera terwujud.
      Ingatlah: setiap tindakan punya akibatnya.

    2. Di balik citra negara kuat yg ingin menguasai dunia di situ terdapat Kerapuhan zionis dan Ketidak percayaan pada sang pemimpinnya..Tanah yg di Janjikan sdh tak lagi Menjanjikan bagi perampok

    3. Segala sesuatu yang tak fitrah, tak akan langgeng, karena ia melawan kodrat.

      Tanah yg dijanjikan begitu mempesona bagi para penyembahnya bak ibarat surga nan indah, disulap dengan mengkapitalisasi dan MENGKEBIRI kita suci (taurat dan injil) hingga mengambil yg bukan haknya dengan cara cara licik tak berperikemanusiaan, akhirnya akan lekang, usang dan terbuang, tak relevan dengan jaman.
      Sekali lagi karena tak fitrah.

      Panjang umur palestina

    4. Karena tanah yg bukan miliknya menjadikan mereka warga israel tidak mempunyai keterikatan dan rasa memiliki dgn tanah tersebut. Bebeda dgn rakyat Palestina yang mempunyai keterikatan dan rasa memiliki dgn tanah tersebut, sehingga mereka teguh mempertahankannya. Panjang umur Palestina.

    5. Memang benar ada tanah Nyang di janjikan itu…tapi untuk mereka Nyang dapat memanusiakan manusia yang lain..
      Dan bukan bagi mereka Nyang suka membuat kerusakan…
      .
      .
      #akal_sehat_manaaaaaa????

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here