Kebijakan ini disiapkan sebagai bagian dari Rencana Pembiayaan Tahun 2026. Bagi anak muda, terutama yang berasal dari wilayah terpencil, langkah ini menjadi angin segar untuk meraih pendidikan tinggi tanpa terbebani biaya. Pengamat kebijakan publik, Robert Adhi K, mengapresiasi arah kebijakan ini.
Meski dana abadi LPDP terus meningkat, laporan kinerja menunjukkan bahwa sejak 2023 LPDP mengalami defisit operasional. “Kalau uang negara tidak dikorupsi, maka akan lebih banyak anak muda Indonesia yang bisa merasakan manfaat pendidikan tinggi,” ujarnya.
Pada 2025, hingga 30 September, LPDP mencatat pendapatan Rp6,82 triliun dengan belanja Rp7,46 triliun, sehingga defisit mencapai Rp637 miliar. Namun demikian, nilai dana abadi pendidikan terus bertumbuh dan mencapai Rp154,11 triliun pada 2025 yang menjadi lonjakan signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Tantangan yang kini dihadapi adalah transparansi dan kejelasan mekanisme penyaluran dana sitaan tersebut, termasuk jadwal pencairan, persentase alokasi, serta pengawasan agar penggunaan dana tepat sasaran. Meski masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah, kebijakan ini membuka babak baru dalam pembangunan pendidikan Indonesia.
Alokasi dana sitaan korupsi untuk beasiswa bukan hanya inovatif, tetapi juga simbolik yaitu negara menegaskan keberpihakan kepada masa depan generasi muda. Keputusan ini memperlihatkan bahwa investasi terhadap manusia menjadi prioritas utama pemerintah, sekaligus membuktikan bahwa dana hasil kejahatan dapat diarahkan kembali untuk kepentingan bangsa.
Bagi para pelajar Indonesia, kebijakan ini adalah peluang besar untuk meraih mimpi melalui akses pendidikan yang lebih merata dan berkualitas. Pemerintah, melalui LPDP, kini memikul harapan besar untuk mewujudkan generasi unggul yang dapat membawa Indonesia menuju visi 2045.






