More

    Cermin itu Bernama Soeharto

    Di sinilah filsafat mikul duwur mendem jero muncul. Sebuah ajaran Jawa: mengangkat tinggi jasa orang tua, mengubur dalam-dalam kesalahannya. Ajaran yang indah dalam keluarga. Ia menjaga cinta, kelembutan, kesetiaan pada darah dan kenangan. Tapi negara bukan keluarga. Negara bukan rumah di mana kita menutup aib demi menjaga perasaan.

    Ketika falsafah keluarga dipindahkan ke ranah negara, maka kebenaran berubah menjadi kesunyian yang dipaksakan. Luka berubah menjadi sejarah yang dihapus. Dan generasi yang akan datang mewarisi bukan kebijaksanaan, melainkan kebingungan.

    Sebab negara yang sehat tidak menutup mata pada kesalahan para pemimpinnya. Ia justru menengok luka itu agar generasi berikutnya tidak mengulanginya. Seperti kata Milan Kundera, “Perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan ingatan melawan lupa.” Tanpa ingatan yang jujur, bangsa hanya akan berjalan dalam lingkaran.

    - Advertisement -

    Rusia memberi pelajaran yang menarik. Lenin tidak disebut pahlawan; ia dikenang sebagai pendiri negara. Stalin tidak diangkat sebagai pahlawan; ia dikenang sebagai pemimpin perang. Jasa mereka diakui, tetapi kejahatan mereka tidak dihapus. Museum Gulag berdiri di tengah kota. Arsip kekejaman tidak disembunyikan. Negara memelihara dua wajah sejarah itu secara bersamaan: jasa dibiarkan menjadi jasa, luka dibiarkan menjadi luka.

    Hal yang sama terjadi di Jerman. Mereka tidak menghapus Hitler dari buku sejarah; mereka menelanjangi seluruh dosa ideologi itu. Mereka tidak membangun patung penghormatan, melainkan museum kesaksian. Di Berlin, para siswa diantar ke bekas kamp konsentrasi, bukan supaya mereka dicekoki rasa bersalah, tetapi supaya mereka tahu bahwa kebudayaan dapat menjadi gelap ketika kekuasaan tidak diawasi.

    Kita belum melakukan itu. Kita melewati 1965 dengan bisu nasional. Kita membiarkan suara para penyintas hanya terdengar di simpang-simpang jalan diskusi terbatas. Kita membiarkan sejarah diajarkan dengan satu narasi. Dan kini, kita ingin mengangkat nama yang menjadi pusat dari semua itu sebagai pahlawan.

    Bukan karena kita sudah berdamai, tetapi karena kita tidak pernah benar-benar membicarakan apa yang terjadi.

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    1 COMMENT

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here