Pada akhirnya, musik itu seperti sejarah. Demi memainkan musik yang indah, seseorang
menekan tuts piano sambil membaca notasinya di atas kertas. Ia berhasil meraup banyak tepuk tangan dari para tamu yang menikmati musiknya saat jam makan malam. Ia pulang setelah itu, menyalakan radio dan hanya membiarkan siaran yang tanpa pemutaran musik, saat perjalanan pulang dalam mobil.
Dalam bermusik atau sebagai pelaku sejarah, beberapa orang tidak terlalu peduli dengan semua itu. Saat biola sudah bersandar di pundaknya, ia tidak peduli dengan permintaan orang-orang yang menonton. Ia hanya menuruti kegelisahan hatinya, membiarkannya hidup menyayat senar biola.
Apakah itu permainan yang memanjakan telinga? Aatau apakah itu menyedihkan? Entahlah. Satu hal yang pasti: Musik tak pernah memaksa manusia untuk mendengarkan nada-nada major—yang penuh romansa dan riang gembira—saat lukanya karena kehilangan masih belum kering.
*Anggota Free Palestine Network (FPN)
Mantab
Salut untuk band-band Indonesia yang berani bersuara untuk Palestina. Musik jadi lebih berarti ketika berdiri di sisi kemanusiaan
Keren ulasannya.
Terima kasih atas info band musiknya.
Siap menjelajahi semuanya satu demi satu.
Saya hanya mengikuti VoB, mereka memang keren… Personality nya, musikalitas nya, idealisnya, masih sangat belia .. Mereka mendapat kesempatan yg benar2 dipergunakan. Keren abis pokoknya.
Trims bung Haidar menyematkan ini dalam tulisan, bisa jadi pengingat atas semangat perjuangan di berbagai cara. Free Palestine