Penurunan Dari Publikasi ke Pendanaan
Dunia kini menatap Israel bukan sebagai pusat inovasi, tetapi sebagai laboratorium konflik yang kehilangan arah moral. Seperti yang disimpulkan Haaretz, jika tren ini terus berlanjut, Israel bukan hanya terhapus dari peta riset dunia, tetapi juga dari peta nurani kemanusiaan.
Menurut Web of Science, publikasi ilmiah peneliti Israel mengalami penurunan tajam. Pada tahun 2023, ada 25.400 publikasi yang menurun 8,7% pada 2024 menjadi 23.200. Menurun kembali pada 2025 sebanyak 18,5% menjadi 18.900 publikasi. Penurunan ini mencerminkan berkurangnya akses terhadap jurnal, konferensi global, dan dana riset internasional.
Aksi boikot akademik terhadap Israel sejatinya bukan hal baru. Pada 2013, fisikawan legendaris Stephen Hawking menarik diri dari konferensi kenegaraan di Yerusalem sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina. “Keputusan menghormati boikot ini adalah daripada kerelaan hatinya, berdasarkan pengetahuan beliau mengenai bumi Palestin, serta nasihat daripada kenalan akademik beliau di sana,” tulis pernyataan resmi British Committee for the Universities of Palestine.
Langkah Hawking kala itu menjadi simbol perlawanan moral dunia akademik terhadap pendudukan dan kekerasan Israel di Palestina. Tak hanya di ruang akademik, masyarakat dunia juga mengekspresikan penolakan terhadap agresi Israel. Ribuan orang turun ke jalan di berbagai kota seperti London, New York, Paris, Seoul, dan Jakarta.
Di Tel Aviv dan Haifa, bahkan warga Yahudi Ortodoks bergabung dengan warga Palestina untuk memprotes serangan brutal di Gaza. Demonstrasi besar juga berlangsung di Ankara, Kairo, Oslo, dan Jakarta, menunjukkan bahwa solidaritas terhadap Palestina melampaui batas geografis dan agama.
Kini, dunia akademik Israel berada di titik krusial, apakah memilih untuk tetap bertahan dalam isolasi atau membuka diri terhadap perubahan moral global. “Ini bukan sekadar isolasi ilmiah, tetapi isolasi moral. Ketika ilmu digunakan untuk memperkuat pendudukan, maka sains kehilangan ruhnya.” tegas Hugh Lovatt dari European Council on Foreign Relations
Meski sebagian ilmuwan menilai boikot berisiko memperkuat nasionalisme ilmiah di Israel, banyak pihak percaya langkah ini diperlukan sebagai peringatan moral. Krisis ilmiah Israel menjadi cermin bahwa pengetahuan dan kekuasaan tak bisa dipisahkan dari tanggung jawab etika.
Dunia kini menatap Israel bukan sebagai pusat inovasi, tetapi sebagai laboratorium konflik yang kehilangan arah moral. Seperti yang disimpulkan Haaretz, jika tren ini terus berlanjut, Israel bukan hanya terhapus dari peta riset dunia, tetapi juga dari peta nurani kemanusiaan.







Ilmu tanpa moral hanyalah senjata yang kehilangan arah.
Ilmu tanpa Iman berdampak buruk bagi kehidupan alam semesta
Tujuan ilmuan memproduksi ilmu adalah untuk mensejahterakan kehidupan manusia. Tujuan mulia ini sangat erat hubungannya dengan kemanusiaan dan tidak akan tercapai jika nilai nilai kemanusiaan itu sendiri tidak tertanam dalam dirinya atau dengan kata lain jika ilmuan itu immoral. Maka sangat pantas boikot keilmuan ini dilakukan untuk memberikan efek jera atau menghukum serta menyadarkan pelaku keburukan, kedholiman, kejahatan yang diluar batas kemanusiaan ini.
Tidak ada yg berhasil mencapai ilmu jika tidak melawati pintu ilmu,
اللهم صل علی محمد و ال محمد.
ya memang, israel dengan sistem zionisnya adalah benteng terakhir kolonialis, dan siapapun tak akan dapat mencegah keruntuhan dan hilangnya sistem tersebut karena keluar dari fitrah manusia.
Boikot akademik ini menunjukkan dunia tak lagi bisa menutup mata terhadap kejahatan kemanusiaan. Ilmu dan moral harus berjalan seiring., Free Palestine
Usir semua yang berbau penjajah_
dan para pendukung_nya✌️