Oleh: Ragil Nugroho

Sosial Demokrasi menang di jantung kapitalisme: New York. Anak muda imigran, ibu bapak India, Zohran Kwame Mamdani, mengibarkannya persis di samping Patung Liberty.
Sebuah ideologi bisa diterima karena mampu menjawab persoalan rakyat. Ideologi harus jelas kelaminnya. Konkret dan bukan suatu yang abstrak seperti Pancasila di Indonesia. Sosial Demokrasi yang dibawa Mamdani sesuatu yang nyata, bukan utopis. Itulah Sosialisme tanpa palu dan arit.
Sebagai politikus, Mamdani tahu persis problem rakyat New York. Tak mengherankan kalau program-programnya membumi. Ia tahu harga pangan di New York sangat mahal. Sebagai solusi akan dibangun toko-toko kelontong yang dimiliki negara. Dengan begitu harga bisa ditekan karena pemerintah tidak perlu membayar sewa dan pajak properti. Dengan harga pangan yang murah, penduduk New York bisa menghemat pengeluaran. Mamdani paham masalah perut mesti diselesaikan terlebih dahulu.
Seperti pangan, harga sewa papan (tempat tinggal) di New York amatlah mahal. Maka program Mamdani adalah membangun 200.000 unit rumah baru. Program ini akan dilaksanakan selama 10 tahun ke depan. Para serikat pekerja yang akan membangunnya. Dengan program ini diharapkan harga rumah bisa terjangkau.
Dalam pelayanan publik, Mamdani akan mengratiskan bus kota. Sebagai sarana transportasi publik, pemerintah akan mensubsidi secara penuh. Selain itu, Mamdani juga akan mengratiskan tempat penitipan anak berusia enam minggu hingga lima tahun. Terobosan ini akan membuat orangtua tetap bisa bekerja dan tidak terkuras penghasilannya untuk penitipan anak. Terhadap pegawai penitipan anak, gaji mereka akan dinaikkan setingkat dengan gaji guru sekolah negeri.
Lantas dari mana mendanai program-progam sosialisnya itu? Pemerintah Mamdani akan menaikkan pajak perusahaan menjadi 11,5%. Terhadap orang super kaya (crazy rich) di New York, akan dikenakan kenaikan pajak sebesar 2%. Pajak progresif inilah yang akan digunakan untuk membiayai program-program pro rakyatnya.
Dalam bidang sosial, Mamdani akan melindugi hak-hak minoritas seperti LGBTQ, imigran, agama minoritas dan menjamin kehidupan yang inklusif. Hanya Sosialisme yang memperhatikan hal-hal semacam itu. Baik kapitalisme maupun nasionalisme, seringkali digelayuti oleh sektaranisme dan rasisme. Tak salah agar bisa memanusiakan manusia, Mamdani memilih Sosialisme.
Seorang sosialis seperti Mamdani pasti anti imperialisme. Lenin pernah menintakan bahwa puncak tertinggi dari kapitalisme adalah imperialisme. Mamdani mengikuti garis itu. Maka dengan tegas mendukung kemerdekaan Palestina. Baginya, Israel adalah negara penjajah yang perlu diperangi. Bahkan ia berjanji akan menangkap Perdana Mentari Israel, Benyamin Netayahu, bila datang ke New York. Terhadap komitmen anti imperialisme kita hanya bisa percaya dan berharap kepada orang-orang sosialis seperti Mamdani.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>






