More

    Menepis Keraguan Publik atas Gerakan Boikot Afiliasi Zionis

    Sebetulnya, keberadaan komunitas Boikot Disinvestasi dan Sanksi (BDS) cukup membantu orang-orang memahami prioritas boikot. BDS membuat daftar sasaran boikot perusahaan yang terlibat langsung, seperti HP yang melalui teknologinya itu mendukung genosida. Singkat kata, tidak semua produk bermerek luar juga harus diboikot secara mutlak. Fokusnya adalah saat merek-merek itu, secara meyakinkan, membantu pendudukan israel di Palestina.

    Namun bukan berarti boikot tidak menyasar pada perusahaan yang telah umum diketahui mendukung perekonomian zionis melalui investasinya, meski tidak masuk dalam daftar BDS. Seseorang tidak akan menemukan nama Converse, misalnya, dalam daftar yang dibuat oleh BDS. Satu merek sepatu yang sejak lama jadi kebanggaan anak muda dan remaja. Meski begitu, tidak ada yang bisa menutupi fakta bahwa Converse adalah anak perusahaan Nike. Dan kembali ke Nike, perusahaan yang menarik ritelnya dari israel pada 2022 imbas boikot—setelah beroperasi di sana sejak 1990-an—tetapi tetap melanjutkan kontrak manufaktur dengan perusahaan zionis. 

    Aksi boikot ini bukan tanpa hasil. Faktanya, McD akhirnya menerima kenyataan pahit atas kerugian sekitar 7 miliar dollar AS pada akhir tahun 2024, seperti yang juga dilaporkan Aljazeera. Tercatat 100 lebih dari 600 gerai KFC di Malaysia harus gulung tikar. Starbucks pun terpaksa berpikir ulang soal rencana ekspansinya di ratusan tempat. Para raksasa waralaba yang berdiam sejak lama di Indonesia ini sudah pasti juga kena imbasnya. Tetapi mereka hanya akan mengatakan, “prihatin melihat eskalasi konflik di Timur Tengah. Simpati kepada para korban dan bla bla bla”, tanpa menyebut nama Palestina.

    - Advertisement -

    Ya, memang banyak orang bisa kehilangan pekerjaan setelah itu. Namun kekhawatiran terhadap banyak orang yang terkena atau berpotensi PHK imbas aski boikot, tidak adil jika sepenuhnya dibebankan secara bias kepada publik—dan bukan kepada pemerintah—atau perusahaan itu sendiri, sebagai pihak yang mengeluarkan surat PHK. Tidak ada yang boleh mengaburkan tugas pemerintah dalam mengelola sumber daya manusia dan lapangan kerja. Dan perusahaan bukan tidak bertanggung jawab atas nasib karyawannya. 

    Boikot tidak dimaksudkan sebagai bumerang yang melukai masyarakat itu sendiri. Ia merupakan jalan yang ditempuh untuk, minimalnya, menjadi alarm bagi setiap pelaku penindasan: bahwa kekuatan publik yang terorganisir mampu menyulitkan mereka. 

    Meski harus diakui, aksi boikot belum memberi perubahan besar bagi keadaan di Palestina. Semakin hari malah semakin bertambah penderitaan orang-orang Palestina, semakin terkikis wilayahnya dari peta dunia. Rezim zionis tidak pernah menunjukkan niat akan berhenti melanggar genjatan senjata yang disepakati, bahkan jika itu digagas oleh Trump. Menurut laporan Ricardo Pires, seorang jubir UNICEF, ada sekitar 67 anak kecil yang tewas dan puluhan luka-luka sejak 11 Oktober 2025. Artinya, ada satu hingga dua anak yang tewas dalam sehari setelah berlakunya genjatan senjata. 

    Namun ada seribu jalan menuju Gaza. Dalam mendukung kemerdekaan Palestina, boikot—meskipun efektif—memang bukan satu-satunya cara. Di akar rumput, pengorganisiran publik dengan publik pun harus diperkuat. Sehingga upaya kolektif ini tidak berakhir menjadi ‘aksi lepas’. Sebutlah ini waktunya mensinergikan majelis taklim, ruang-ruang akademik, panggung kesenian, komunitas mobil tua dan di setiap perkumpulan atau ruang yang kosong dari pengisi peran. Atau mungkin juga penguatan dalam diplomasi internasional, jika memang masih berguna. 

    Seandainya harus kembali ke masa lampau, cita-cita kemerdekaan Indonesia tidak pernah terwujud hanya karena satu peran tunggal. Bangsa ini akan selamanya tertatih dan masih berimajinasi mengibarkan merah putih, saat keinginan untuk merdeka hanya mengandalkan siasat Soekarno Hatta dan sederet nama besar yang lain. Tanpa jasa Tan Malaka mendidik bangsa ini mulai dari mengenalkan konsep Republik, misalnya. Atau membiarkan Sudirman sendirian, bersama pasukan terbatas yang dipimpinnya bergerilya dari hutan ke hutan. Setiap pahlawan menempuh medan perang yang berlainan—tidak bersebrangan—tumpah darah menafkahi republik yang masih berupa janin. 

    *Penulis adalah anggota Free Palestine Network (FPN)

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here