ABC AUSTRALIA NETWORK
Catherin McGarth
Pemenang Nobel Aung San Suu Kyi tiba hari Rabu (27/11/2013) di Australia untuk menyerukan agar dunia lebih memperhatikan reformasi demokratis di negaranya, Myanmar. Namun, ia diperkirakan akan menghindari isu-isu tersulit, termasuk bagaimana status warga Muslim Rohingya di Myanmar barat.
Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengatakan, Suu Kyi adalah salah satu tokoh paling menginspirasi dalam satu abad terakhir. “Saya senang sekali bisa menyambut beliau di Australia,” komentar Bishop.
“Australia mendukung reformasi politis dan ekonomis yang tengah diadakan pemerintah Myanmar. Termasuk juga pemilihan umum khusus bulan April 2012, saat Aung San Suu Kyi dan anggota-anggota lain Liga Demokrasi Nasional memasuki parlemen,” kata Menlu Bishop.
Suu Kyi akan menghabiskan lima hari di Australia. Ia akan mengunjungi Melbourne, Canberra, Sydney, dan dijadwalkan memberikan beberapa pidato. Salah satunya di gedung Sydney Opera House, Rabu sore.
“Aung San Suu Kyi akan mengingatkan perihal tantangan-tantangan di masa depan, dan juga mendukung perubahan-perubahan positif yang telah berlangsung di masyarakat Myanmar selama beberapa tahun terakhir,” jelas ahli Myanmar di Australian National University, Nicholas Farelly.
“Luka-luka seperempat abad yang lalu masih belum kering bagi banyak orang Myanmar. Pada masa itu, harapan kaum muda diinjak-injak militer. Sulit sembuh dari trauma itu. Aung San Suu Kyi berusaha menunjukkan cara untuk maju, namun tidak semua setuju bahwa pendekatan beliau cukup bijak,” papar Farelly.
Suu Kyi akan menerima gelar Doktor Honoris Causa, Jumat pekan ini, dari Australian National University, Canberra.
Anak pahlawan kemerdekaan Myanmar, Jenderal Aung San, ini dikenal karena bergabung dengan gerakan pro-demokrasi Myanmar. Partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), memenangkan pemilu pada tahun 1990 namun dihalangi mendapat jabatan oleh junta militer.
Suu Kyi kemudian menjalani tahanan rumah selama bertahun-tahun, bahkan saat suaminya Michael Aris meninggal di Inggris. Ia dibebaskan tahun 2010.
Myanmar dikenal oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai salah satu rezim dengan penindasan paling berat di dunia.
Dalam kunjungan ke parlemen Inggris di London tahun 2012, Suu Kyi menyatakan status reformasi di Myanmar masih lemah. “Kalau kita tidak benar dalam melaksanakan berbagai hal kali ini, mungkin baru beberapa puluh tahun dari sekarang ada kesempatan lagi,” jelasnya.
Menurut Farelly, Myanmar menghadapi banyak konflik yang belum terselesaikan, dan itu semua menghalangi kemajuan menuju kedamaian dan kemakmuran.
“Namun, tak ada penyelesaian yang mudah, dan Aung San Suu Kyi akan menghindari isu-isu tersulit, seperti status kaum Rohingya di Myanmar barat,” jelasnya.
Bantuan Australia ke Myanmar tercatat sebesar 82,8 miliar dollar (Rp 877 triliun) dan dijadwalkan meningkat menjadi 100 juta dollar pada tahun 2015/16, namun dampak pemotongan anggaran bantuan ke Australia masih belum jelas.
Saat ini Australia tengah meninjau anggaran bantuan luar negerinya.[]