Ahmad Fauzan Sazli
BANTEN, KabarKampus – Mahasiswa Banten yang terdiri dari Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Matha’ul Anwar (KBM UNMA), PK PMII UNMA dan Komunitas Soekarno Muda (K S M 45) menyatakan menolak digelarnya Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke 9 World Trade Oganitation yang digelar di Bali tanggal 3 – 6 Desember 2013. Mereka menganggap KTM ke-9 WTO tersebut akan memperburuk kehidupan rakyat Indonesia.
“WTO adalah mbahnya neolib,” kata Nuhda Algozal Presedium KBM UNMA kepada KabarKampus, Selasa, (03/12/2013).
Menurutnya, digelarnya konferensi WTO tersebut hendak melakukan liberalisasi perdagangan dengan menghapus segala bentuk perlindungan ekonomi domestik suatu Negara. Selain itu, WTO juga akan melakukan deregulasi keuangan dengan menempetkan sektor keuangan sebagai jasa dan uang sebagai komoditi perdagangan semata dan privatisasi sektor publik dengan mendorong pembukaan investasi swasta pada sektor publik.
Ia menjelaskan, nantinya konferensi tersebut akan meloloskan tiga agenda liberalisasi ekonomi yakni pertanian, perdagangan, dan pembangunan. Ketiga agenda tersebut nantinya akan semakin memperburuk kehidupan rakyat dan semakin membuat negara tidak berdaulat karena Indonesia akan bergantung dengan impor.
“Pembukaan impor atau penghapusan tarif dan penghilangan segala bentuk perlindungan ekonomi domestik menyebabkan Indonesia tergantung pada impor pangan, impor bahan baku industri yang ahirnya menimbulkan defisit perdagangan yang besar,” jelasnya.
Sementara itu Atang Maulana Ketua PK PMII UNMA menambahkan, bahwa WTO juga menyebabkan semakin menyusutnya APBN. Hal tersebut karena kebijakan perdagangan bebas WTO melalui penghilangan bea keluar, penghapusan bea masuk, akan semakin menekan pendapatan negara.
“Akibatnya defisit dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja negara kian membengkak yang menyebab negara kembali menyandarkan pembiayaan dari utang luar negeri,” kata Atang.
Oleh karena itu menurut Atang, selain menolak konferensi WTO, mereka mendesak Pemerintah SBY untuk menjalankan reforma agraria dan model pertanian agroekologis untuk mendukung terwujudnya kedaulatan pangan dan keberlanjutan lingkungan. Selain itu mereka juga Presiden SBY dan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan harus segera menutup rapat keran impor produk pangan, termasuk holtikultura, daging, dan perikanan sebagai bentuk dukungan kepada petani, nelayan, pekebun dan peternak Indonesia.[]