Ahmad Fauzan Sazli
Wanggi Hudiyatno (tengah) berdiri dantara replika batu nisan korban pelanggaran HAM di depan Gedung Sate, Bandung, Selasa, (10/12/2013). FOTO : AHMAD FAUZAN SAZLI
BANDUNG, KabarKampus – Wanggi Hudiyatno, seorang anak muda Bandung berpantonim di depan Gedung Sate Bandung, Selasa, (10/12/2013). Aksi tersebut digelar sebagai peringatan Hari HAM Internasional yang digelar setiap tanggal 10 Desember.
Wanggi yang menggunakan bedak tebal di wajahnya dan kaos bergambar Munir ini dalam aksinya melakukan sejumlah gerakan, mulai dari meniup terompet di hadapan pakaian militer, jalan mundur dengan kaki di borgol, menangisi para korban pelanggaran HAM, dan sebagainya.
Menurut Wanggi, aksi pantonim tersebut ingin mengatakan kepada masyarakat bahwa hingga saat ini pelanggaran HAM di Indonesia belum tuntas. Selama ini kasus-kasus seperti Trisakti, Wartawan Udin, Semanggi I dan II, Tanjung Priuk, Munir dan sebagainya masih nyangkut di pengadilan militer.
“Aksi ini menunjukkan pesimisme saya terhadap penyelesaian kasus HAM di Indonesia. Karena selama ini pelaku pelanggaran HAM dilindungi oleh kekuasaan,” kata Wanggi.
Wanggi menjelaskan, dalam peringatan Hari HAM Sedunia ini ia berharap pemerintah menuntaskan pelanggaran HAM tersebut. Ia juga menginginkan agar para jenderal pembunuh, penculik orang-orang yang memperjuangkan HAM tersebut segera diadili.
Dalam aksi tersebut juga Wanggi memasang sejumlah instalasi batu nisan dan poster yang bertulisakan nama-nama korban pelanggaran HAM di Indonesia. Selang beberapa waktu, dua orang anak muda lain datang dan melakukan teatrikal yang lain.
Wanggi sendiri biasanya melakukan aksi pantonim ini setiap hari Kamis sore di depan gedung sate, Bandung. Aksi yang disebut aksi kamisan Bandung ini telah digelar sebanyak 20 kali. Aksi tersebut untuk mengingatkan masyarakat Bandung mengenai pelanggaran HAM di Indonesia yang belum tuntas.[]