Ahmad Fauzan Sazli
Ilustrasi. FOTO : AHMAD FAUZAN SAZLI
JAKARTA, KabarKampus – Sepanjang tahun 2013, Migrant Care mencatat setidaknya ada 398.270 kasus yang menimpa buruh migran di berbagai negara tujuan. Kasus-kasus tersebut merupakan pelanggaran-pelanggaran hak, terutama bagi perempuan yang bekerja di sektor rumah tangga atau PRT migran. Mayoritas pelanggaran hak tersebut terjadi di Malaysia dan Arab Saudi.
Seperti yang terjadi dipenghujung tahun 2013, seorang buruh migran perempuan Indonesia menjadi korban perkosaan Polisi Diraja Malaysia, kemudian kasus terakhir menimpa Taufik, TKI asal Bima NTB. Ia ditembak mati si ladang tempatnya bekerja di daerah Betong Srawak Malaysia.
Berikut adalah pelanggaran-pelanggaran hak-hak buruh migran tahun 2013
Jenis Masalah |
Jumlah |
Meninggal dunia |
1249 |
Ancaman hukuman mati |
265 |
Overstayers |
197361 |
Gaji tidak dibayar |
15208 |
Beban kerja tidak sesuai |
6310 |
Kekerasan Seksual |
4302 |
Kekerasan Fisik |
3245 |
Hilang kontak |
567 |
Deportasi |
8514 |
Sakit |
987 |
PHK |
1430 |
Masalah DPTLN |
157602 |
Lain-lin |
1230 |
Total |
398.270 |
Sumber : Diolah dari data KBRI, Kemenakertrans, BNP2TKI, Migrant Care, media, dan pengaduan keluarga korban).
Anis Hidayah, Direktur Eksekutif Migrant Care mengatakan, bahwa pelanggaran hak asasi buruh migran sepajang 2013 tersebut merupakan pengulangan pelanggaran hak asasi buruh migran pada tahun-tahun sebelumnya. Situasi tersebut terjadi karena pemerintah Indonesia selama ini masih mempertahankan pola konservatif dalam penyelesaian masalah buruh migran. Penyelesaian pemerintah, hanya ad hoc dan reaktif terhadap masalah yang muncul di luar negeri.
“Hampir tidak ada upaya pencegahan yang signifikan yang dibangun untuk mempersempit berulangnya pelanggaran HAM terhadap buruh migran,” katanya dalam peluncuran catatan akhir tahun buruh migrant di pusat Perfilman Usmar Ismail, Kuningan Jaksel, Rabu, (18/12/2013).
Anis menegaskan, dalam penyelesaian kasus buruh migrant, pemerintah Indonesia dengan sengaja tidak menuntaskan masalah hingga akarnya, sehingga persoalan pelangagran HAM buruh migrant terus terulang.
Menurut Anis, hal diatas dipicu beberapa hal, pertama minimnya inisiatif pemerintah mengambil langkah-langkag untuk memastikan pemenuhan hak-hak buruh migran, baik melalui kebijakan maupun diplomasi. Kedua, stagnansi pembahasan RUU PPLIN karena banyaknya kepentingan. Ketiga, belum adanya langkah-langkah progresif untuk meratifikasi konvensi ILO 189 tentang kerja layak bagi PRT.
Keempat adalah gagalnya pegelolaan asuransi TKI hingga konsorsium asuransi dibubarkan OJK. Dan kelima, makin merosotnya kapasitas kelembagaan yang melindungi buruh migran, hal ini tercermin dalam hasil survei integritas KPK mengenai pelayanan publik, dimana BNP2TKI menduduki peringkat paling bawah karena praktek pungli yang tidak dituntaskan.[]