Mega Dwi Anggraeni
BANDUNG, KabarKampus – Para penyandang tuna netra Bandung mengaku tidak bebas melakukan pencoblosan di TPS dengan didampingin petugas. Para penyandang tuna netra merasa para petugas itu mengganggu hak suara mereka.
Dalam melaksanakan tugasnya, para pendamping tuna netra, tidak hanya sekedar mendampingi para penyandang tuna netra. Mereka juga membantu mencoblos calon legislatif di kerta suara.
Nunung, 31 tahun, Pembimbing Asrama Aster Wyataguna, Bandung, mengaku takut dengan para pendamping pemilu memanfaatkan hak suara anak-anak bimbingannya. Apalagi, dia mendengar keluhan anak-anaknya yang mengaku kebingungan untuk memilih.
“Hari-hari sebelumnya, anak-anak sudah gugup. Mereka bingung mau memilih siapa. Apalagi kebanyakan dari mereka adalah pemilih pemula,” kata Nunung.
Ia menjelaskan, mereka juga takut, suara mereka pada pemilu 2014 dimanfaatkan para pendamping tuna netra. Dimana para pendamping itu dapat berpihak pada satu partai tertentu.
Selain itu menurut Nunung, alat bantu yang biasanya diselipkan di kertas suara lebih berguna ketimbang para pendamping. Dengan begitu, para penyandang tunanetra bisa memilih para calon dengan bebas.
Dari 18 anak-anak yang dibimbing Nunung, 13 orang merupakan pemilih pemula. Sementara lima orang lainnya adalah pemilih lama. Dan dari 13 orang tersebut beberapa sudah jauh hari mengaku akan golput.[]