Dalam acara yang dihadiri sekitar 50 orang yang sebagian besar adalah mereka berkecimpung di bidang pengajaran bahasa Indonesia di Victoria, Ketua BBBIVT Tata Survi mengatakan bahwa balai bahasa ini merupakan organisasi nir laba yang dibentuk guna lebih mempromosikan pengajaran bahasa dan juga budaya pengenalan Indonesia di Australia pada umumnya.
“Ide pembentukan balai bahasa ini sudah digagas sejak dua tahun lalu dengan maksud untuk menyatukan berbagai kelompok masyarakat Indonesia di negara bagian Victoria dan Tasmania, guna bekerja bersama-sama lebih mempromosikan Indonesia,” kata Tata dalam acara yang juga dihadiri wartawan ABC L. Sastra Wijaya.
Dalam pidato peresmiannya, Pejabat Sementara Konsul Indonesia, Ita Purnamasari memberikan beberapa data mengenai situasi pengajaran bahasa Indonesia di negara bagian Victoria dan Tasmania.
“Pengajaran bahasa Indonesia di negara bagian Victoria lebih maju dibandingkan di negara bagian lainnya di Australia, dan bahkan lebih baik dibandingkan negara-negara lain yang mengajarkan bahasa Indonesia dalam sistem pendidikan mereka.” kata Ita Purnamasari.
Saat ini, menurutnya, bahasa Indonesia diajarkan di 261 sekolah negeri, 47 sekolah swasta dan sedikitnya 20 sekolah Katolik. Menurut data yang dikeluarkan Departemen Pendidikan bulan Meu 2014, bahasa Indonesia di Victoria dan Tasmania dipelajari oleh 52.725 murid baik sekolah dasar maupun sekolah menengah.
“Sementara itu di tingkat universitas, bahasa Indonesia diajarkan di empat perguruan tinggi: Melbourne University, Monash University, Deakin dan La Trobe University.” lanjut Ita Purnamasari.
Walaupun angka ini menurut Ita cukup baik, namun tantangan yang dihadapi di Australia cukup besar.
“Yang paling besar adalah jumlah murid sekolah yang belajar bahasa Indonesia sebenarnya menurun. Di tahun 2005, jumlah murid di sekolah negeri yang belajar bahasa Indonesia adalah 91.896 orang dan di tahun 2013, angkanya hanya 52.725 orang. Tantangan lain adalah meningkatkan dan membangun kapasitas para guru bahasa Indonesia yang bukan warga Indonesia untuk mengajar.” kata Ita Purnamasari.[]