YOGYAKARTA, KabarKampus – Banyaknya keluhan dari pengelola klinik kesehatan baik kecil maupun menengah dalam mengolah limbah medis, menginspirasi mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan sebuah teknologi untuk mengatasi persoalan tersebut. Inovasi teknologi yang dikembangkan berupa kotak sampah portabel yang mampu mengolah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Pengolah limbah tersebut berukuran 30 x 40 x 50 cm. Alat ini juga dikemas dalam bentuk yang menarik layaknya sofa atau kursi.
Adapun mahasiswa pembuat pengolah limbah medik ini terdiri dari Vania Erizza (FKG), Gita Prasulistiyono Putra (FEB), M. Bisyri Lathif (FEB), Ahmad Widardi (FMIPA), dan Pandu Dwijayanto (FT). Mereka menamakan alat tersebut dengan nama Medigold.
Gitta menjelaskan, pengembangan Medigold dikarenakan banyaknya keluhan pengelola klinik kesehatan kecil dan menengah yang mengaku kesulitan dalam mengolah limbah medis. Meskipun telah banyak dipasarkan alat yang sama, namun harganya relatif mahal sehingga kurang terjangkau untuk klinik kecil.
“Alat yang ada dipasaran cukup mahal sekitar Rp 5 – 10 juta. Selain itu dimensinya juga besar sehingga memakan tempat,” jela Gitta.
Dari saana Gitta bersama keempat rekannya berusaha untuk mengembangkan sebuah alat pengolah limbah yang memungkinkan untuk digunakan bagi klinik skala kecil. Dengan dimensi 50 x 40 x 50 cm alat ini tidak memakan ruang dan mudah dipindah tempatkan. Selain itu alat ini mereka kemas dalam bentuk yang menarik yakni layaknya sofa.
“Kami kemas seperti sofa sehingga dapat dipakai untuk duduk saat tidak beroperasi,”terangnya.
Menurut Gitta, Medigold terdiri dari dua komponen utama yakni alat sterilisasi dan penghancur jarum suntik.
Untuk mesin sterilisasi memanfaatkan panci presto yang dapat digunakan untuk mensterilkan berbagai jenis peralatan medis sperti kassa, kapas, maupun perban. Mesin sterilisasi ini memiliki kapasitas sebesar 6 liter serta mampu menghasilkan suhu hingga 300° Celcius dan menghasilkan tekanan sebesar 1,5 atm.
Sementara mesin penghancur jarum suntik bekerja dengan dialiri arus listrik bertegangan 50 volt dan berarus tinggi yaitu 300 amper. “Untuk sterilisasi butuh waktu sekitar 1 jam, tetapi untuk menghancurkan jarum suntik hanya b utuh waktu 1-2 detik saja,” ungkapnya.
Selain itu kata Gitta, Medigold dilengkapi dengan dua mode waktu operasi yakni manual dan otomatis. Untuk cara pengoperasian dengan mode otomatis yaitu dengan menngunakan timer. Pengguna hanya perlu memasukkan limbah setelah klinik tutup di malam hari. Selanjutnya pada kesesokan harinya limbah sudah selesasi diolah tanpa perlu adanya penjagan seperti pada mode manual.
“Karena bisa dijalankan dengan mode otomatis sehingga tidak memerlukan tenaga kerja tambahan untuk pengoperasiannya,”ujarnya.
Para mahasiswa ini berharap hadirnya Medigold tidak hanya menjadi solusi bagi klinik kesehatan kecil dalam pengolahan limbah medisnya. Namun juga diharapkan mampu mengurangi ketergantungan terhadap alat pengolah limbah B3 yang sebagian besar dipenuhi dari luar negeri dan diproduksi dengan harga terjangkau.
“Untuk pembuatan alat ini seluruhnya memakai bahan lokal sehingga biaya produksinya jauh lebih murah daripada produk lain yang sudah ada dipasaran. Rencananya akan kami pasarkan per unitnya Rp. 2,5 juta,” kata Ahmad Widardi menambahkan.Tak hanya itu, kata Ahmad, alat ini juga bersifat ramah lingkungan. Karena pengoperasian Medigold tidak menimbulkan polusi asap seperti pada kebanyakan instalasi pengolahan limbah medis.
“Keunggulannya juga tidak mengeluarkan asap sehingga tidak mencemari lingkungan sekitar,”tuturnya.[]