NATALIA OETAMA
Mungkinkah seorang prajurit tidak memegang senjata saat terjun ke medan perang? Apa benar Desmon Doss itu manusia nyata?
Berbekal fakta luar biasa yang diusungnya, film Hacksaw Ridge berhasil mencuri perhatian dunia sejak pertama kali dirilis pada tanggal 4 November 2016 silam. Nama besar Mel Gibson sebagai sutradara memberikan sorotan dan tolak ukur tersendiri tentang film berdurasi 131 menit ini.
Film Hacksaw Ridge dimulai di Pegunungan Virginia, 16 tahun sebelum terjadinya pertempuran di Okinawa. Dimulai dengan kisah kecil Desmon T Doss yang diperankan dengan sengat gemilang oleh Andrew Garfield.
Sedari awal, diselipkan tentang seberapa dekatnya Desmon dengan Tuhannya. Dialog singkat dengan sang ibu dan salah satu potongan cerita pembuka yang berlokasi di gereja. Tak lupa disisipkan juga tentang ayah veteran perang yang pemabuk.
Sepotong kisah romantis memberi warna cerah pada pembukaan, romantika pertemuan Desmon dengan Doroty Schuttle diperankan oleh Teresa Palmer. Perawat yang membuat hati Desmon tertawan. Doroty-lah yang membantu Desmon untuk belajar lebih tentang ilmu medis.
Kisah ini berjalan konstan dengan langkah yang nyaman; pertemuan, ciuman dan pertunangan. Sesi pertama dari film ditutup dengan sebuah alkitab kecil dari sang calon istri kepada Desmon sesaat sebelum berangkat menuju camp militer.
Cerita tentang militer mempunyai aura dan alur tersendiri. Maka warna warni cerah pada awal kisah berganti menjadi lebih gegas dan lebih pekat.
Teman-teman baru Desmon dengan watak dan sifatnya masing-masing. Latar tempat hanya berkisar di antara camp militer, lapangan latihan dan kantor militer. Konflik muncul ketika Desmon menolak untuk menyentuh senjata.
Dikisahkan betapa tabah dan kuatnya Desmon dalam memperjuangkan keyakinannya.
Desmon didakwa sebagai orang gila, dipukuli teman-teman satu camp, dibully oleh atasan tak membuat Desmon menyerah. Hingga akhirnya Desmon dituntut atas ketidakpatuhan perintah dari Letnan Cooney yang diperankan oleh Matthew Nable. Sang pejuang yang tak ingin memegang senjata itu dipenjara. Desmon terlalu naif.
Berubahkah sikap Desmon?
Peperangan moral dan batin begitu terasa di film ini. Tentang kemarahan orang-orang yang tak memahami pilihan Desmon yang berbeda. Pilihan untuk tidak mengangkat senjata serta merta seperti tamparan untuk semua. Seakan-akan prajurit-prajurit lain merasa terhakimi dan dituding. Perenungan dan pergolakan menjadi begitu intens.
“Mereka membenciku karena aku tak ingin mengangkat senjata, justru karena aku tak ingin membunuh,” kata Desmon.
Keteguhan prajurit tak memegang senjata ini berlanjut pada tingkat dewa. Desmon terjun ke medan pertempuran, Hacksaw Ridge. Sebuah medan tempur yang dahsyat sekaligus menjadi saksi bagaimana seorang prajurit dengan keyakinan yang dianggap naif itu membantu 75 prajurit yang terluka dan terdesak.
Desmon menjadi satu-satunya prajurit di PD II yang bertugas di medan perang tanpa senjata.
Menonton film ini seperti oasis kecil di tengah segala kebencian dan peperangan politik yang terjadi. Membuat kita kembali percaya pada rasa kemanusiaan. []