BANDUNG, KabarKampus – Jumlah petani di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Dari 41 persen warga Indonesia yang menjadi petanin pada tahun 2007 turun menjadi 30 persen pada tahun 2016.
Penurunan jumlah petani di Indonesia ini disambut positif oleh Farid Bahar, Tim Khusus Menteri Kementerian Pertanian. Menurutnya, dengan berkurangnya jumlah petani, membuat keuntungan petani makin besar.
“Jadi kalau petaninya banyak, satu petak sawah keuntungannya dibagi banyak, maka keuntungan yang didapat petani kecil. Berapa pendapatan petani bila satu hektar dibagi 10, bandingkan dengan bila satu hektar dibagi dua. Kalau petani cuma dua, maka lebih dari itu untungnya,” kata Farid Bahar, usai menjadi pembicara menggantikan Menteri Pertanian dalam seminar berjudul “Menuju Kedaulatan Pangan Nasional, Melalui Ketahanan Pangan dan Energi di Kampus ITB, Bandung, Kamis, (24/11/2016).
Farid juga tidak mempersoalkan, banyaknya anak muda Indonesia meninggalkan dunia pertanian dan memilih kerja di pabrik. Baginya bila nanti terjadi kekurangan tenaga pertanian, maka bisa digantikan dengan mesin.
“Karena yang paling penting adalah orang yang bekerja di sektor pertanian bisa hidup makmur. Poinnya adalah sumber pendapatan petani meningkat,” jelasnya.
Menurut Farid, kalau petani Indonesia terlalu banyak diproses produksi, maka pertanian Indonesia kalah. Seharusnya pertanian Indonesia juga diolah ke Industri.
Begitu juga dengan konversi lahan pertanian menjadi manufaktur. Menurut Farid, membacanya tidak bisa melihat mana yang lebih penting pertanian atau manufaktur, melainkan melihatnya sebagai sumber pendapatan.
“Kita butuh produk industri, kita juga butuh produk pertanian. Namun bukan berarti harus pertanian saja. Kalau pertanian ngga bisa bikin duit bagaimana?” ungkap Farid.
Ia menjelaskan, pertanian harus bisa menghasilkan uang. Sehingga bisa berkelanjutan dan mengatasi kemiskinan.
“Jadi orang bertani bisa bikin duit,” jelasnya.[]