
BANDUNG, KabarKampus – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sepanjang 2016 telah terjadi sebanyak 2.342 bencana. Jumlah tersebut merupakan tertinggi dalam kurun waktu 14 tahun terakhir. Namun meski jumlah bencana di Indonesia meningkat, budaya sadar bencana masyarakat masih rendah.
Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB mengatakan, pengetahuan masyarakat mengenai bencana mulai tumbuh pascabencana tsunami Aceh 2004 lalu. Namun, pengetahuan tersebut belum menjadi sebuah sikap dan perilaku.
“Secara umum budaya sadar bencana di masyarakat masih rendah. Kita masih sering mengabaikan aspek risiko bencana dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya masih sangat minim kontruksi rumah tahan gempa yang dibangun masyarakat maupun swasta,” kata Sutopo dalam rilis akhir tahunnya.
Sutopo mencontohkan, gempa di Pidie Jaya yang berkekuatan M 6,5 merupakan gempa menengah. Namun jumlah korban meninggal sebanyak 103 jiwa, ratusan luka, lebih dari 11 ribu rumah rusak dan kerugian ekonomi mencapai Rp 2,94 trilyun. Bandingkan dengan gempa M 7,8 dengan epicentrum di darat di New Zealand yang hanya menimbulkan korban dua jiwa meninggal dunia.
“Hal itu terjadi karena pemerintah dan masyarakat sangat taat terhadap building code bangunan tahan gempa. Kita perlu mewujudkan budaya sadar bencana, mengingat jutaan masyarakat Indonesia terpapar potensi bahaya yang berujung bencana,” ungkapnya.
Menyikapi banyaknya bencana di Indonesia pada tahun 2016 tersebut, Sutopo mengingatkan agar kesiapsiagaan terhadap bencana harus menjadi prioritas masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Ia juga mengingatkan masyarakat agar waspada dengan potensi bencana hidrometeorologi pada Januari hingga April, kemudian November dan Desember 2017.
“Juni hingga Oktober perlu diwaspadai potensi kebakaran hutan dan lahan serta kekeringan, dan sepanjang tahun terhadap potensi gempabumi, tsunami dan erupsi gunung api,“ ungkapnya.
Terkait dengan kebakaran hutan dan lahan (karhulta), tahun depan diprediksikan sebaran yang lebih kecil dibandingkan 2015. Sutopo menegaskan perlu kewaspadaan pada wilayah-wilayah yang berpotensi ancaman karhulta seperti di wilayah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan beberapa di Kalimantan.






