MSN – REUTERS
Pada hari Senin 18 September 2017, di tengah ketengangan ambisi nuklir Korea Utara yang terus berlanjut, China dan Rusia mulai melatih angkatan laut mereka. Dalam pertemuan para majelis umum PBB pekan ini, diramalkan ambisi Korea Utara tak akan surut malah semakin membesar.
Jumat lalu, 15 September 2017 Korea Utara meluncurkan rudalnya ke Jepang. Rudal tersebut adalah yang kedua dalam 3 minggu terakhir dan merupakan uji coba nuklir keeman mereka. Sejauh ini, uji coba paling menggemparkan terjadi pada tanggal 3 September 2017 bertepatan dengan tekanan yang diberikan internasional pada Korea Utara.
Kantor resmi Xinhua telah menyampaikan tempat dari latihan gabungan ini. Tepatnya di Peter the Great bay, di luar Pelabuhan Vladivostok sebelah Timur Rusia yang sekaligus sangat dekat dengan perbatasan Rusia dan Korea Utara. Latihan juga akan dilakukan di bagian selatan Laut Okhotsk, ke arah Utara Jepang.
Tidak ada konfirmasi langung menyoal hubungan latihan gabungan ini dengan ketengangan yang terjadi akhir-akhir ini. Meski demikian, latihan ini ada seri kedua dari latihan gabungan angkatan laut Rusia dan China di tahun ini. Bagian pertamanya berlangsung di Baltik pada
bulan Juli silam.
Baik China maupun Rusia telah berkali-kali meminta solusi damai dan diskusi untuk menyelesaikan masalah ini.
“Masyarakat Internasional harus tetap bersatu dan memberlakukan sanksi terhadap Korea Utara yang terus menerus melakukan peluncuran rudal balistiknya,” ucap Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pada New York Times pada hari Minggu 17 September silam.
Menurut Abe, tes rudal semacam ini melanggar resolusi PBB dan menunjukkan bahwa Korea Utara dapat saja menargetkan AS atau Eropa.
Menurut Abe dalam tulisannya, diplomasi dan dialog tidak akan sukses dengan Korea Utara, maka penting untuk melakukan tekanan bersama secara internasional untuk mengatasi ancaman yang telah ditimbulkan Korea Utara ini.
Minggu lalu, pada tanggal 8 September 2017 sebanyak 15 anggota dewan PBB dengan suara bulat memberlakukan sanski kesembilan kepada Korea Utara sejak tahun 2006 atas program nuklir dan uji coba balistiknya.
Pejabat China pada hari Senin kemarin (18/09/2017) mengatakan, sanksi harus diberi batas waktu agar lebih mengigit namun pintu akan tetap dibiarkan terbuka untuk ranah pembicaraan.
“Dengan peluncuran rudal pada hari Jumat, Pyongyang memberi kesan bahwa sanksi yang diberikan padanya tak akan berimbas. Beberapa orang sependapat dengan hal ini dan mulai bersuara, karena merujuk masa lalu, dimana sanksi tersebut tak pernah berhasil.” seperti tertulis dalam editorial China Daily.
“Tapi sanksi lampau yang tidak berhasil tidak dapat menjadi tolak ukur sanksi yang baru. Terlalu dini untuk menyimpulkannya, karena sanksi lampau baru saja akan memberikan imbas. Berikan waktu untuk melihat efek dari sanksi ini dan buat Pyongyang kembali mempertimbangkan tindakannya.”
Nikki Haley, Duta besar AS untuk PBB, pada tanggal 17 September 2017 kemarin mengatakan telah kehabisan opsi untuk menghentikan program nuklir Korea Utara pada AS, dan akan menyerahkan masalah ini ke Pentagon.
China mendesak AS untuk melakukan ancaman pada Korea Utara. Namun ancaman Donald Trump bulan lalu pada Korea Utara yang berisi “api dan kemarahan,” menurut Haley bukanlah ancaman kosong.
Dan apa yang dikatakan Korea Utara? Tujuannya adalah mencapai ‘keseimbangan’ militer AS. []