ABC, AUSTRALIA – Sebuah sekolah menengah atas negeri di Canberra berencana untuk membatalkan program bahasa Indonesia mereka, meskipun baru-baru ini Perdana Menteri Australia Scott Morrison berjanji akan memperkuat hubungan dengan salah satu tetangga terdekatnya.
Narrabundah College tidak akan lagi mengajarkan mata pelajaran Bahasa Indonesia kepada murid-muridnya mulai tahun 2019 mendatang, setelah mengajarkan mata pelajaran itu selama lebih dari 40 tahun.
Seorang perwakilan media dari Direktorat Pendidikan ACT mengatakan kepada ABC keputusan itu diambil karena jumlah siswa yang terdaftar di mata pelajaran itu rendah.
“Keputusan ini dibuat di tingkat sekolah, berdasarkan kasus per kasus di sekolah,” kata perwakilan itu.
Pada tahun depan, hanya akan ada dua sekolah yang akan menawarkan siswanya pilihan untuk belajar Bahasa Indonesia di seluruh wilayah ACT.
Akhir pekan lalu, salah seorang pelajar di sekolah menengah itu meluncurkan petisi yang mengatakan keputusan itu “tidak adil” dan bahwa sekolah harusnya “tetap berkomitmen untuk memprioritaskan pendidikan di atas hitung-hitungan ekonomi”.
Petisi tersebut telah berhasil mendapatkan lebih dari 5.300 tanda tangan, melebihi target awalnya yang hanya 5.000 tanda tangan.
Aidan Brooke, yang memulai petisi ini, mengatakan kepada ABC bahwa keputusan itu berlawanan dengan keinginan siswa dan akan mengambil kesempatan bagi para siswa di masa depan untuk belajar bahasa kedua lainnya.
“Keputusan membatalkan mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah negeri unggulan di ibukota negara sementara PM Australia berbicara di Indonesia tentang pentingnya bahasa Indonesia membuat hal itu tampak sangat tidak bijaksana,” katanya.
Seorang analis mengatakan keputusan untuk membatalkan program bahasa Indonesia ini bertentangan dengan komitmen Pemerintah Australia untuk memperkuat hubungan dan memprioritaskan pengajaran bahasa Asia di sekolah.
Sebelumnya PM Scott Morrison berjanji untuk mengembangkan hubungan strategis yang lebih dekat antara kedua negara setelah mengunjungi Jakarta dalam lawatan internasional pertama-nya sejak terpilih menjadi Perdana Menteri Australia pada akhir Agustus tahun ini.
Janji tersebut bertujuan untuk menegaskan komitmen Australia dalam memprioritaskan diplomasi regional dan menjalin hubungan yang erat.
“Dengan menghapus Bahasa Indonesia dari apa yang mereka tawarkan, mereka tidak hanya [menentang] rekomendasi umum dari Pemerintah federal Australia, tetapi juga [akan] melawan kebijakan mereka sendiri,” kata George Quinn, seorang ahli studi Indonesia di Universitas Nasional Australia.
Dia mengatakan telah terjadi juga kurangnya kepemimpinan yang konsisten oleh Pemerintah Federal dalam hal pengaturan kurikulum nasional untuk bahasa asing.
Keputusan itu akan “mengecewakan dan membawa malapetaka bagi hubungan kita dengan Indonesia”, tambahnya.
Setelah kunjungan baru-baru ini oleh perwakilan negara bagian ACT ke Jakarta untuk meningkatkan hubungan budaya dan bahasa antara kedua negara, kedutaan Indonesia di Canberra mengatakan kepada ABC bahwa mereka “terkejut” mendengar keputusan tersebut.
Imran Hanafi, atase Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia di Canberra, mengatakan langkah selanjutnya adalah berdiskusi dengan pihak-pihak terkait tentang masalah itu.
Sementara itu, Yacinta Kurniasih, seorang ahli studi Indonesia di Pusat Kebudayaan Indonesia, Monash Herb Feith, percaya bahwa Pemerintah Australia tidak serius tentang pernyataannya bahwa Indonesia penting bagi Australia.
“Dengan mengizinkan sekolah yang didanai publik untuk mengakhiri program bahasa Indonesia mereka. Jelas dukungan [Pemerintah] masih sangat terbatas,” kata Kurniasih.
ABC telah menghubungi Narrabundah College untuk meminta komentar atas berita ini tetapi belum menerima tanggapan.[]
Sumber : ABC Australia