BANDUNG, KabarKampus – Dalam menyikapi Debat Capres-Cawapres mendatang, Gerakan Bersihkan Indonesia memberikan lima masukan yang perlu dibahas dalam debat yang rencananya akan berlangsung pada hari Kamis, (17/01/2019) mendatang. Lima PR terkait lingkungan hidup dan energi tersebut dianggap perlu dipaparkan sebagai komitmen kedua pasang Capres-Cawapres tersebut.
Gerakan Bersihkan Indonesia merupakan Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia yang terdiri dari 35 lembaga. Mereka diantaranya Center for Environmental Law (ICEL), Walhi Jawa Barat, JATAM, Auriga Nusantara dan Peneliti Center for Energy Research Asia (CERA).
Menurut Margaretha Quina, juru bicara Bersihkan Indonesia, ia melihat sejauh ini belum terlihat adanya capres yang mendorong akses partisipasi dan peran publik dalam pengambilan keputusan yang berdampak terhadap lingkungan hidup. Hal ini terlihat dari banyaknya gugatan terhadap produk hukum yang dikeluarkan pemerintah.
Hal ini kata Quina, indikasi buruknya partisipasi publik. Bahkan tren ini terus menguat.
“Di hulu aturan percepatan meminggirkan partisipasi publik, di hilir perkara-perkara lingkungan hidup yang menggugat pemerintah direspon dengan persistensi pemerintah untuk melindungi proyek,” tutur Quina yang juga peneliti Indonesia ICEL, dalam keterangan persnya, Rabu, (16/01/2019).
Sehingga, pertama menurutnya, Capres terpilih harus berkomitmen menjalankan aturan transparansi dan partisipasi publik yang telah ada. Kemudian merampungkan PP Partisipasi Publik.
“Sebenarnya ini juga merupakan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” papar Quina.
Selanjutnya, Dadan Ramdan, Direktur Walhi Jawa Barat menambahkan, kasus peminggiran warga dalam berbagai proyek strategis nasional menunjukan aspek HAM dan partisipasi warga masih sering diabaikan. Dadan Dalam catatan Walhi sepanjang tahun 2018, di 13 provinsi saja tercatat 163 Pejuang Lingkungan dikriminalisasi.
Sementara untuk di wilayah Jawa Barat sendiri, selama tahun 2018, ada 32 orang warga, petani, pejuang lingkungan yang mengalami kriminalisasi. Namun, sayangnya kondisi itu bertolak belakang apabila kejahatan dilakukan oleh pihak korporasi dan individu (orang kuat).
“PR kedua yang perlu didorong adalah kandidat capres dan cawapres harus berkomitmen menghentikan praktik kriminalisasi oleh aparat negara terhadap rakyat, petani, aktivis pejuang lingkungan, serta segera menyusun aturan yang melindungi para pejuang lingkungan,” tegas Dadan.
Kemudian Hendrik Siregar, Peneliti Auriga Nusantara mengungkapkan, dalam konteks energi, khususnya batu bara, dari laporan “Coalruption: Elite Politik dalam Pusaran Bisnis Batu bara” telah mengungkap pola elite politik banyak terlibat dalam bisnis batu bara. Dalam laporan tersebut, batu bara menjadi sumber pendanaan kampanye politik.
Bahkan, ungkapnya, para pemain batu bara merupakan figur kunci di tim para kandidat di Pemilihan Presiden 2019. Aliran dana dari pengusaha batu bara dalam perhelatan demokrasi akan menyandera pemenang pemilu untuk berpihak pada keuntungan bisnis semata, dan abai pada keberlanjutan lingkungan.
“PR ketiga yang harus diselesaikan capres terpilih nanti adalah memperkuat langkah hukum yang mencegah konflik kepentingan di antara politically-exposed persons (PEPs), termasuk menciptakan perlindungan yang lebih kuat dari risiko kolusi dan campur tangan politik yang ditimbulkan oleh “fenomena keluar masuk” di mana orang seringkali berpindah jabatan antara sektor publik dan swasta,” tegas Hendrik.
Sementara itu, Kepala Kampanye JATAM, Melky Nahar menambahkan, PR keempat, tantangan terbesar bagi capres-cawapres adalah menjalankan agenda penegakan hukum yang tegas dan transparan bagi korporasi tambang. Mereka yang meninggalkan lubang-lubang tambang beracun, tanpa rehabilitasi.
“Mengingat sebagian pemilik perusahaan-perusahaan itu adalah elit politik yang sedang bertarung merebut dan mempertahankan kekuasaan di Pilpres 2019, mulai dari Luhut Binsar Panjaitan, Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam dan sejumlah nama lainnya di lingkaran Jokowi – Maruf serta Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno yang jelas-jelas terlibat dalam bisnis tambang batubara ini,” tegas Melky.
Bagi Melky, bila menyerahkan masalah lubang tambang kepada kepala daerah, seperti Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor jelas keliru. Sebab musuh yang dihadapi terlalu besar, apalagi Isran Noor juga memiliki jejak buruk terkait pertambangan di Kalimantan Timur.
Selanjutnya, Wira Dillon, Peneliti Center for Energy Research Asia (CERA) menjelaskan, PR kelima yang perlu diperhatikan presiden periode mendatang adalah mengenai jaminan perlindungan dan penetapan hak masyarakat adat dan reforma agraria yang pro rakyat. Ia menilai kedua paslon mempunyai ide-ide besar mengenai pembangunan infrastruktur dan pemanfaatan lahan, proses pembentukan payung hukum maupun eksekusi rencana-rencana tersebut perlu dicermati dengan baik agar tidak malah memarjinalisasi rakyat sendiri.
“Sejauh ini, belum dilihat ada jaminan yang memadai dari kedua paslon terkait hal tersebut,” tukasnya.[]