BANDUNG, KabarKampus – Musim Pemilihan Presiden 2019 membuat Pidi Baiq pilih-pilih hadir ke suatu acara. Bukan, karena ia tidak suka dengan seseorang, namun, ia tidak mau terbawa kepada persoalan politik. Apalagi menurutnya, “Dilan”, novel karangannya sangat jauh dengan politik.
Meski demikian, Pidi Baiq kerap menjadi korban politik. Penulis Novel Dilan ini mencontohkan, ketika Ridwan Kamil ingin membangun taman Dilan, banyak yang pro dan kontra. Termasuk pro kontra dari teman-teman Bidi Baiq sendiri. Belum lagi Jokowi juga sempat penyinggung pemerintahan Dilan.
“Korbannya selalu saya. Saya sebenarnya sudah menyembunyikan diri,” kata Pidi Baik dalam Musyawarah Buku “Novel Sejarah : Lelaki di Tengah Hujan” karya Wendri Wanhar di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Rabu, (03/04/2019).
Hal ini membuat Pidi Baiq trauma dibawa ke wilayah politik. Sehingga ketika ada undangan diskusi buku “Lelaki di Tengah Hujan”, ia pun menolaknya. Apalagi digelar di GIM yang selalu menyerempet politik.
Namun tiba-tiba, ia dikirim buku tersebut. Kemudian ketika membaca beberapa halaman pada bagian tengah buku, ia menyimpulkan buku tersebut adalah sejarah tahun 98 dan ia menemukan nama Wiji Tukul di dalamnya.
“Karena ada nama nama Wiji Tukul, pasti ada cerita gerakan bawah tanah. Wiji tukul adalah orang yang bergerilya dan memiiliki sikap yang galak dan lebih berteriak. Saya menganggumi Wiji Tukul dan ia cukup berani,” ungkap Pidi yang juga Imam Besar Band The Panas Dalam ini.
Inilah salah satunya yang membuat Pidi Baiq menyimpulkan untuk membaca buku ini dan datang ke diskusi buku tersebut. Selain itu, ia juga ingin mengenal Wiji Tukul tak hanya dari puisi-puisinya.
“Saya tertarik dan berminat untuk baca lagi. Karena, saat saya hanya baca satu halaman, saya sudah menyimpulkan haru membacanya lagi,” kata Pidi.
Apalagi ungkap Pidi, ia pernah didatangi oleh BEM dari berbagai kampus untuk bertanya tentang pergerakan 1998. Oleh karena itu, ia mengharapkan, buku ini menjadi kajian untuk para mahasiswa.
Dimintai Duit Oleh Mahasiswa
Selain itu yang membuatnya ingin membaca dan datang ke diskusi buku tersebut juga adalah karena salah satu kegiatan yang melibatkan dirinya pernah didemo oleh mahasiswa dengan alasan tidak mendidik. Namun setelah, ia menghubungi para mahasiswa tersebut, mereka justru meminta uang kepada Pidi.
“Saya telepon orangnya yang demo dan bertanya tidak mendidiknya dari mana? Itu mahasiswa dengan alasan yang dibuat-buat, ujung-ujunya minta duit,” terang Pidi.
Hal tersebut membuat Pidi kecewa. Ia pun berharap banyak dari buku ini.
“Kenapa ya mahasiswa jadi begini,” terang Pidi.[]