BANDUNG, KabarKampus – Tim Advokasi Jurnalis Independen (TAJI) mendesak polisi untuk tidak sekedar memproses dugaan pelanggaran etik polisi terhadap dua jurnalis yang mengalami kekerasan di Bandung. Tapi juga mengusut dugaan tindak pidana pers berupa penghalangan liputan dan penghilangan paksa karya liputan terhadap pelaku kekerasan
Dua jurnalis tersebut adalah Prima Mulia, Fotografer Tempo dan Iqbal Kusumadirezza (Rezza) Jurnalis Freelance. Keduanya mengalami kekerasan saat meliput demontrasi Hari Buruh Internasional di Bandung, Rabu, (01/05/2019). Rezza dengkul dan tulang keringnya diinjak berkali-kali. Sementara Prima karya jurnalistiknya dihapus paksa oleh polisi.
Saat ini keduanya, telah membuat laporan polisi terkait tindakan kekerasan yang dialami saat meliput perayaan hari buruh internasional, di Bandung, 1 Mei 2019. Keduanya melaporkan kejadian tersebut ke Propam Polrestabes Bandung, Kamis, 2 Mei 2019, sekitar pukul 16.30.
Kedua jurnalis tersebut telah dimintai keterangan oleh penyidik Propam yang dituangkan dalam Berita Acara Interogasi. Pemeriksaan tersebut berlangsung selama tiga jam.
Saat membuat laporan, kedua jurnalis foto tersebut didampingi tim kuasa hukum dari Tim Advokasi Jurnalis Independen (TAJI). Dalam laporan tersebut, TAJI menilai bahwa tindakan oknum aparat kepolisian yang melakukan tindakan kekerasan dan penghapusan foto-foto milik kedua jurnalis itu dikategorikan sebagai tindak pidana.
Ari Syahril Ramadhan perwakilan TAJI menilai, oknum aparat tersebut diduga telah melanggar Pasal 351 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman 2 tahun 8 bulan (sesuai ayat 1). Apabila mengakibatkan luka-luka berat dapat diancam pidana penjara paling lama 5 tahun.
“Selain itu, tindakan aparat kepolisian ini juga merupakan bentuk tindakan penghalang-halangan kerja jurnalistik sesuai Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dengan ancaman hukuman 2 tahun dan denda Rp500 juta,” katanya.
Oleh karena itu, selain meminta untuk mengusut dugaan tindak pidana pers berupa penghalangan liputan dan penghilangan paksa karya liputan, TAJI juga mendesak Polisi untuk bekerja secara profesional dan transparan saat memproses laporan tersebut.
“Kami mendorong berbagai pihak khususnya aparat penegak hukum untuk menjaga dan menghormati kerja-kerja jurnalis sebagaimana dijamin dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” ungkapnya.
Selain itu, mereka juga mendorong perusahaan media untuk lebih memperhatikan keselamatan para jurnalisnya saat bekerja di lapangan. Kemudian mendorong para jurnalis untuk lebih memperhatikan aspek keselamatan saat bekerja di lapangan.
TAJI merupakan tim advokasi jurnalis yang terdiri dari berbagai lembaga, di antaranya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Jawa Barat dan Aliansi Jurnalis Independen Kota Bandung.
Kronologis
Kejadian yang berlangsung pada Rabu siang itu berawal dari Rezza dan Prima yang sedang memantau kondisi pergerakan massa buruh yang akan berkumpul di Gedung Sate, selepas aksi yang dilakukan AJI Bandung pada peringatan Hari Buruh Internasional.
Kemudian, di sekitar Jalan Dipatiukur, Prima dan Reza melihat ada keributan antara polisi dengan massa yang didominasi berbaju hitam-hitam. Keduanya melihat polisi sedang memukuli massa.
Kondisi tersebut membuat Rezza dan Prima langsung membidikkan kamera ke arah kejadian. Ketika pindah lokasi untuk mengabadikan gambar lain, Rezza tiba-tiba dipiting oleh seorang anggota polisi. Menurut Rezza polisi tersebut dari satuan Tim Prabu Polrestabes Bandung.
Sambil memiting Rezza, polisi tersebut juga membentak dengab pertanyaan “dari mana kamu?” Rezza menjawab sambil menunjukkan ID Persnya. Bukan melunak, polisi tersebut malah merampas kamera yang dipegang Rezza sambil menginjak lutut dan tulang kering kaki kanannya berkali-kali. Kemudian menghapus sejumlah foto yang berhasil diabadikan Rezza.
“Sebelum kamera diambil juga udah ditendang-tendang. Saya mempertahankan kamera saya. Sambil bilang saya jurnalis,” kata Reza.
Akibat kejadian tersebut, Rezza mengalami luka memar pada kaki kanannya.
Sedangkan Prima Mulia mengalami hal yang sama. Hanya saja, Prima tidak mendapat kekerasan fisik dari polisi. Prima mengaku disekap oleh tiga orang polisi. Dia diancam dan foto-fotonya dihapus. Salah satu polisi itu mengatakan “Mau diabisin?”[]