More

    Deus sive Natura

    Bagi Spinoza: “Terima kasih atas keindahan logikamu. Dan, karenanya, esai kecil ini kutulis untuk mengenangmu.” 

    Ahmad Yulden Erwin

    1/

    “Deus sive Natura,” tulis Benedictus de Spinoza *), seorang filsuf Belanda pada masa Aufklarung di Eropa, di dalam buku kanoniknya yang berjudul “Ethics, Demonstrated in Geometrical Order” atau yang lebih dikenal sebagai “the Ethics”. Proposisi Spinoza tersebut, yang ditulis dalam Bahasa Latin, berarti: “Tuhan atau Alam”. 

    Lama saya renungkan proposisi perihal neopanteisme dari Spinoza itu, hingga satu senja yang rinai, saat saya duduk di teras rumah menghadap halaman tetangga yang dipenuhi mimosa dengan bunga-bunga ungunya, tiba-tiba saya menyadari bahwa proposisi “Tuhan atau Alam” dari Spinoza itu mungkin semakna dengan “komedi hitam” tersingkat. 

    - Advertisement -

    Mungkin, Spinoza hendak mengatakan dengan cara yang lain, guna menghindari gemuruh prasangka kaum fanatik yang gampang tersulut pada zamannya, bahwa sejarah pertikaian teologi atau iman rigorous dalam agama-agama besar dunia ternyata bisa disebabkan oleh sepotong “kata sambung”, kata “atau”. 

    2/ 

    Di dalam buku the Ethics, Spinoza membuktikan bahwa etika dan metafisika neopanteistik—menggunakan teknik pembuktian argumen gaya geometri “The Elements” karya Euclid, seorang filsuf helenistik Alexandria pada abad ke-4 SM—adalah logis. Spinoza dikenal sebagai filsuf yang menentang pandangan dualisme Descartes dan menjadi jalan pembuka bagi pencerahan modern abad ke-18 hingga saat ini. Ia juga mengkritisi paradigma kitab Injil dan keyakinan agama Yahudi tentang Tuhan, padahal ia sendiri berasal dari keluarga Yahudi. Akibatnya, ia dikucilkan oleh komunitas Yahudi dan keluarganya di Belanda. Selanjutnya ia dianggap sesat dan nyaris dibunuh dengan pisau oleh seorang penganut Yahudi fanatik.

    Sekian nama pemikir serta seniman modern dunia telah mengakui dan mengikuti pandangan neopanteisme Spinoza, mulai dari George Eliot, Goethe, Paul Cezanne, Vincent van Gogh, Hegel, Nietzsche, Karl Marx, Louis Althusser, Gilles Deleuze, Antonio Negri, George Santayana, W. Somerset Maugham, Wallace Stevens, Ezra Pound, Albert Einstein, Arne Naess, Karl Jaspers, Bertrand Russel, A. N. Whitehead, James Joyce, Ludwig Wittgenstein, hingga Harold Bloom. Bahkan buku “The Tractatus Logico-Philosophicus” karya Wittgenstein yang terkenal itu meniru pola penulisan buku the Ethics karya Spinoza. Pertanyaanya: kenapa sekian banyak filsuf, ilmuwan, dan seniman dunia itu begitu terpengaruh dengan pemikiran neopanteisme Spinoza? 

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here