Pengalaman tinggal di Australia telah memberikan ilmu berharga bagi siswa Indonesia yang kini bekerja di Indonesia. (Foto: ABC Indonesia)
Setelah menempuh pendidikan perguruan tinggi di Australia, banyak mahasiswa yang berasal dari Indonesia diperhadapkan dengan dua pilihan: antara pulang ke Indonesia atau menetap di Australia.
Mereka yang memutuskan untuk tinggal lebih lama setelah lulus akan mengajukan visa ‘Temporary Graduate’, yang diperuntukkan bagi lulusan Australia yang ingin menetap dua hingga empat tahun.
Pada umumnya, lulusan yang mengajukan visa tersebut masih ingin mencoba bekerja atau mendapatkan lebih banyak pengalaman di Australia.
Namun sebagian dari lulusan yang sudah mendapat tawaran pekerjaan dari Indonesia lebih memilih untuk pulang, meski menjadi sebuah keputusan yang berat.
ABC Indonesia mewawancarai tiga orang lulusan Australia yang saat ini sedang meniti karier di Indonesia.
Berawal dari hobi di Australia
Tatiana Arianne Raisa kini bekerja sebagai direktur seni junior di salah satu perusahaan teknologi informasi di Jakarta.
Namun, sesekali perempuan berusia 23 tahun ini tampil di panggung teater ibukota, setelah sebelumnya pernah kerja di balik layar pada Mei 2019 lalu.
“Lingkungan seni dan kebudayaan di Melbourne lah yang menginspirasi saya untuk mengejar karir dan berteater di Jakarta sekarang ini,” kata Tatiana, lulusan Fakultas Seni di Deakin University, Australia.
“Saya melihat bagaimana Melbourne sangat maju dan terbuka dalam berseni dan saya ingin melihat hal yang sama di Jakarta.
“Sebelum terjun menjadi aktor, saya bekerja di belakang layar Teater Pandora,” katanya yang hobi menonton film.
“Selang beberapa produksi setelah ‘K’ [pementasan terbesar Teater Pandora], saya dipercaya untuk menjadi aktor dalam pementasan Bulang Trang Nona di bulan September.”
Setelah lulus kuliah di tahun 2018, Tatiana sempat berpikir untuk bekerja sebentar di Melbourne sebelum kembali ke Indonesia.
Tawaran kerja di Jakarta namun menariknya untuk kembali ke Indonesia dan meniti karir.
Sama halnya dengan Tatiana, peluang bekerja di Jakarta juga memikat hati Nabila Salwa Sabbas Ernada, yang kembali ke Jakarta pada Agustus 2018, setelah ia dinyatakan lulus kuliah dari Deakin University di Melbourne.
Meski awalnya ia berencana untuk tinggal di Australia, Nabila memutuskan untuk menggali potensinya di Indonesia.
“Sejujurnya saya tidak berencana untuk pulang ke Indonesia, apalagi untuk langsung bekerja,” kata Nabila, yang saat ini bekerja sebagai staff komunikasi di ‘United Nations World Food Programme’ atau Program Pangan Dunia PBB.
“Tapi di semester akhir saya melihat beberapa peluang pekerjaan yang justru menarik untuk ditelusuri.”
Pengalaman kerja di Australia lebih bermanfaat
Bagi Nabila yang berasal Samarinda ini, pengalaman kuliah di Melbourne telah memberikannya kesempatan untuk hidup dan bekerja di lingkungan internasional.
“[Lingkungan internasional] dari segi sekolah dan pertemanan, maupun penempatan kerja, jadi biasa dengan berbagai macam individu dari latar belakang yang berbeda-beda.”
Menurutnya, pengalaman di Melbourne telah membekalinya pengetahuan etos kerja dan ini memudahkannya dalam menyesuaikan diri dengan pekerjaan di kantor PBB.
Pengalaman bekerja dengan orang Australia di Melbourne juga dianggap lebih bermanfaat, seperti yang diakui Steven Tandijaya, lulusan Victoria University di Melbourne.
“Saya pernah bekerja sebagai kasir, pramuniaga dan barista [di Australia]. Saya dan teman saya juga pernah [buka] usaha kecil-kecilan jual martabak,” kata laki-laki umur 23 tahun ini.
“Menurut saya pengalaman-pengalaman itu yang membuat saya bulat akan keputusan untuk terjun dalam dunia bisnis.”
Saat ini, Steven yang tinggal di Bandung sedang menjalankan bisnis daur ulang.
Dalam bisnis tersebut, ia bertugas mengumpulkan sampah botol plastik, mengolahnya menjadi kotak dan menjualnya ke pabrik tekstil.
Menurutnya, pengalaman bekerja paruh waktu yang ia lakukan saat sekolah di Australia telah mengasah kemampuan berkomunikasi dengan para pelanggannya.
“Dalam usaha limbah yang saya tekuni sekarang ini, saya harus bisa berkomunikasi dengan baik dengan klien saya, yang kebanyakan adalah pabrik-pabrik,” kata Steven.
“[Di Australia], saya belajar berkomunikasi dengan orang-orang di atas saya untuk menjual produk dagangan saya.”
Mendapat perlakuan yang sama
Nabila mengatakan sebagai lulusan Australia, ia memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang relatif lebih baik dibandingkan yang lainnya.
“Mungkin karena terbiasa menggunakannya setiap hari, baik dalam tulisan atau lisan, jadi kefasihan bahasa memang menjadi nilai tambahan,” katanya yang pernah kerja di toko pakaian di Australia.
Sementara bagi Steven, kemampuan berbahasa Inggris yang ia miliki akan membantu memajukan bisnisnya di masa depan.
Tatiana, Nabila, dan Steven, sebagai lulusan Australia, mengaku tidak pernah mengalami perlakuan yang berbeda dengan lulusan dalam negeri dalam dunia kerja.
Namun, dari pengalaman Tatiana, lulusan luar negeri memiliki nilai jual lebih ketika melamar pekerjaan.
“Untuk perlakuan berbeda mungkin tidak begitu ketara, karena di kantor saya memang banyak dari lulusan luar negeri. “