Adima
Ratusan mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, Universitas Pendidikan Indonesia berunjukrasa menolak pemberlakukan kurikulum 2013 oleh Kementerian Pendidikan Nasional di depan Gedung Sate, Bandung, Senin (07/01/2012). Mahasiswa meminta agar pemerintah memasukkan materi bahasa daerah ke dalam kurikulum bukan seperti sekarang digabung dengan materi seni dan budaya. FOTO : ADIMA
BANDUNG, KabarKampus – Sedikitnya 100 mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Sunda, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) berunjukrasa di depan Gedung Sate, kantor Gubernur Jawa Barat, Bandung, Senin (07/01/2013). Mereka meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memasukkan bahasa daerah ke dalam kurikulum 2013.
Koordinator aksi, Ranu Sudarmansyah mengatakan, saat ini pemerintah memasukkan mata pelajaran bahasa daerah ke dalam kurikulum muatan lokal seni, budaya, dan prakarya. “Itu tidak menjamin bahasa daerah akan tetap menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah,” kata dia.
Dalam aksinya, para mahasiswa mengenakan baju tradisional Sunda berwarna hitam yang biasa disebut pangsi. Mereka juga mengenakan iket atau penutup kepala khas Sunda. Sedangkan para mahasiswi menggunakan baju batik. Mereka membawa spanduk dan poster yang mengecam pemerintah karena tidak memasukkan bahasa daerah ke dalam kurikulum 2013 seperti, “Kurikulum 2013-Pembunuh Karakter Bangsa”, “Bahasa Daerah = Identitas Bangsa”, dan “Mendiknas (Menteri Pendidikan Nasional) Membunuh Bahasa Daerah”.
Bahasa daerah, sambung Ranu, harus masuk ke dalam kurikulum sebagai mata pelajaran tersendiri. Karena dalam bahasa daerah itu terkandung nilai-nilai filosofi yang menunjang kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dia memberi contoh kehidupan masyarakat di Kampung Adat Naga (Tasikmalaya) dan Kampung Adat Ciptagelar (Sukabumi).
“Mereka masih menjalankan nilai-nilai kehidupan yang diajarkan leluhurnya. Meski terasing tapi kehidupan mereka tetap makmur,” ungkap Ranu sembari menambahkan kebijakan masyarakat adat itu seringkali disampaikan turun menurun secara lisan dan tulisan dalam bahasa ibunya masing-masing.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kacung Marijan mengatakan, kurikulum 2013 tidak akan menghilangkan bahasa daerah. Namun, mata pelajaran tersebut ada di dalam muatan lokal seni budaya dan prakarsa. “Jadi bahasa daerah tidak akan ditentukan pemerintah lagi, melainkan tergantung kepada sekolah masing-masing,” ujarnya sembari menambahkan seni budaya dan prakarsa itu meliputi bahasa, tradisi, tarian, dan tata nilai.[]