Ridho Permana – SUARA KAMPUS IAIN Imam Bonjol
Sungai Gemuruh adalah salah satu pegunungan sekaligus tempat wisata yang ada di pesisir selatan. Pegunungan tersebut berlokasi sekitar 20 kilometer dari pantai Carocok, Pesisir Selatan.
Jika menelusuri tempat ini, akan nampak seperti Puncak Bogor. Dari puncak gunung akan terlihat pulau, pantai Cerocok, serta rumah warga. Ke arah barat akan terlihat pulau Cubadak, tempat turis mancanegara bermukim, berjemur, dan berkumpul bersama keluarga.
Pemandangan yang indah, serta pepohonan yang hijau membuat tempat ini selalu diminati masyarakat untuk berlibur dan berekreasi bersama keluarga.
Disinilah seorang bapak tua bekerja sebagai pencari kayu bakar, yang menghabiskan waktunya setiap hari mencari seikat kayu untuk menghidupi keluarganya. Ariyul, biasa dipanggil oleh keluarga dan saudara-saudaranya.
Ariyul lahir di Apang Pulai, Sumatra Barat, 1 Januari 1951, semasa kecilnya ia telah menggeluti pekerjaan sebagai pencari kayu bakar, sejak SD kedua orang tuanya meninggal dunia, ia dan adiknya tinggal bersama paman.
Ariyul telah bekerja sebagai pencari kayu bakar selama 8 tahun, sejak tahun 2000 sampai sekarang. Pada tahun 2000 Ariyul menjual kayu bakar dengan harga Rp. 2500 per-ikat. Menurut Ariyul, dengan kayu bakar inilah ia bisa menghidupi keluarga dan menguliahkan anaknya. Biaya kuliah untuk anaknya diperguruan tinggi adalah Rp. 1. 300.000 dan uang semester Rp. 500.000.
“Alhamdulillah kayu bakar ini mengantarkan anak saya untuk wisuda,” ujarnya.
Dalam sehari Ariyul bisa mengumpulkan lima sampai enam ikat kayubakar, harga satu ikat kayu hanya Rp. 2500, sedangkan kebutuhan standar untuk kos dan belanja adalah Rp. 680.000 rupiah per-bulan.
Selain itu Ariyul dan istrinya berjualan gorengan, lontong, dan kue. Harapan Ariyul dan istrinya agar anaknya bisa sukses.
Sebelumnya berbagai macam profesi telah digeluti oleh Ariyul, mulai dari supir, berjualan pakaian, nelayan sampai mencari kayu bakar. Berawal dari tahun 1975 ketika masih bujangan, ia merantau ke Jakarta menjual pakaian, dan pada tahun 1977 menjadi supir oplet Jakarta. Kemudian pada tahun 1981, ia menikah dan menjadi supir hingga tahun 1990. Pada tahun 1990, ia kembali ke kampung halaman dan menjadi supir hingga tahun 2000. Kemudian berpindah profesi sebagai nelayan selama empat tahun.
Ia bersyukur bisa menguliahkan anaknya dan menjadikan sarjana. Sekarang anaknya telah bekerja di PT. Pandu Siwi Logistik Jakarta.
Namun Ariyul dia tidak bisa menguliahkan anaknya yang kedua, karena setelah anaknya pertama menyelesaikan kuliah, ekonominya sedang sulit.
Ia juga berharap agar anaknya yang bungsu bisa mencicipi indahnya duduk di bangku kuliah, agar bisa bernasib lebih baik.[]