Ahmad Fauzan Sazli
Lima puluh aktivis mahasiswa yang ditangkap dalam aksi menolak kenaikan BBM akhirnya dibebaskan. Reza Husni, mahasiswa Universitas Satya Negara Indonesia (Usni), keluar dengan membawa sebungkus makanan ringan dan senyum girang. Rambut dan bajunya bersih dan rapih. Berbeda dengan sejumlah mahasiswa lain yang keluar dari tahanan dengan baju kusut dan rambut acak-acakan.
Ia dibebaskan setelah ditahan di tahanan Polda Metro Jaya selama 4 hari bersama 52 mahasiswa lainnya dari tanggal 29 Maret – 02 April 2012.
Reza mengaku ditangkap saat sedang berada kantor di LBH Jakarta. Saat itu ia sedang istirahat setelah mengurus seorang mahasiswa Usni yang terkena serangan Asma di RSCM Jakarta, tak jauh dari kantor LBH.
“Tahu-tahu saya melihat ada mobil terbakar di luar sana. Semua begitu cepat.” Kata Reza menjelaskan kejadian yang dialaminya. Saat kejadian itu Reza sedang duduk santai di dalam kantor LBH Jakarta, kemudian mahasiswa didatangi polisi dikumpulkan di lantai 4 dan dipukul.
Malam itu lampu dimatikan dan mereka dipaksa menghadap tembok dan ditanya tentang kejadian itu. Mereka terus menerima pukulan. Bak buk bak buk! Padahal di luar sejumlah jurnalis sudah menunggu. Warga pun berkumpul. Tapi tidak ada satu pun yang boleh menaiki lantai 4 kantor LBH. Entah kenapa tidak diperbolehkan masuk. Seakan-akan penggerebekan ini seperti menghadapi kumpulan teroris.
Sejumlah mahasiswa terluka. Pinggang Reza disulut dengan korek api hingga terluka. Akhirnya, sebanyak 52 mahasiswa kemudian dibawa ke Polda Metro Jaya. Dalam proses penyidikan wajah Reza ditampar.
Setelah penyidikan selama satu hari Reza dan sejumlah mahasiswa lainnya dimasukkan ke dalam penjara. Reza dan 13 mahasiswa lainnya masuk ke dalam blok D 28. Tentu saja rasa takut menyelimuti mereka saat masuk penjara. Tapi ternyata mereka disambut bak pahlawan.
Reza satu blok dengan otak teror bom buku, Pepi Fernando. Tak hanya Pepi di blok D28, mereka juga bertemu dengan sejumlah terdakwa terorisme seperti dari Aceh dan Klaten.
“Kalau ada yang mau malak atau mintain duit bilang aja,” ungkap Reza menirukan Pepi yang menyatakan akan menjaga sejumlah mahasiswa.
Diantara 13 mahasiswa lainnya Reza sering mengobrol dengan Pepi. Berdasarakan obrolan mereka, bahwa perjuangan mahasiswa dengan kelompok Pepi memiliki tujuan yang sama, namun caranya saja yang berbeda yakni mengusir kapitalisme dari Indonesia untuk Indonesia lebih baik. “Indonesia berkiblat kepada Amerika.”
Pepi dan sejumlah terdakwa teroris lainnya adalah titipan Densus 88. Di blok D28 mereka dipisahkan oleh ruang yang berbeda.
Pepi sangat baik, mahasiswa yang ditahan di Blok D 28 dibagikan secara gratis baju dan sajadah. Mahasiswa juga diberikan teh, kopi, dan makanan. Semua itu adalah barang kiriman orang-orang yang menjenguk Pepi.
“Gue kepengen ketemu Ali Imron, bisa gak?”
“Kalo lu agak lama di sini, gue temuin lu sama Ali Imron,” kata Pepi kepada Reza. Mereka tertawa.
Di Blok 28 mahasiswa tak hanya kenyang dengan makanan dari Pepi. Blok itu adalah blok paling berisik. Di sana mahasiswa justru berdiskusi dan tertawa-tawa. Hal itu adalah upaya, paling ngga mengurangi stress dan mengontrol psikologis mahasiswa.
Reza juga melihat blok lain teman-temannya stress berada di dalam tahanan. Sejumlah mahasiswa juga mengaku tidak mandi dan ganti baju selama 4 hari di sana. Reza tak menyesali ditangkap dan dipukuli.
Ia masih akan tetap berjuang membela rakyat. []