More

    Anugerah Dharmawangsa Dedikasi Seniman Untuk Kehidupan

    Frino Bariarcianur

    Pertunjukkan tari oleh Maha Bajra Sandhi dalam acara Anugerah Dharmawangsa 2012 di Museum Nyoman Gunarsa, Klungkung Bali,  Jumat malam (14/10/2012). FOTO : FRINO BARIARCIANUR

    - Advertisement -

    Sekira 1000 tahun lalu raja Kediri Dharmawangsa Teguh Anantawikrama menorehkan sejarah yang tak terlupakan. Pada masa itu, daun lontar digunakan secara kolektif oleh para kawi untuk menyebarkan pengetahuan.

    Kisah inilah yang terlihat saat upacara penganugerahan kepada 3 orang seniman yang dianggap telah mengabdikan dirinya pada keindahan, kesucian dan keutamaan budi. Anugerah itu dikenal dengan Anugerah Dharmawangsa dalam memperingati Hari Aksana Nusantara.

    Ke-3 orang seniman tersebut adalah Ida Wayan Oka Granoka yang selama lebih dari 30 tahun menyelenggarakan yogasastra. Granoka menghidupkan kembali naskah Sutasoma abad ke-14 ke dalam bentuk seni multidimensi seperti lukisan aksara, musik dan tarian upacara.

    Berikutnya seniman asal Sragen yakni Pujianto Kasidi yang menghidupkan kembali lukisan wayang beber yang nyaris hilang. Karya utama sepanjang 60 meter dengan lebar 1.5 meter merupakan dokumen kreatif yang menceritakan siklus Panji abad ke-14. Karya yang dibuat selama 10 tahun ini dipamerkan di Museum Rakyat Moskow mewakili Indonesia dalam rangka APEC Madivostok.

    Dan seniman Eddy Susanto merintis seni rupa kontemporer berbasis aksara. Ia memadukan cerita Babad Tanah Jawa dan Wangbang Widewa dipadukan dengan karya Durer dan Da Vinci. Selain itu ia jugalah yang mendesain ulang halaman depan ratusan media massa yang pernah terbit di Indonesia sejak jaman kolonial Belanda.

    “Kreativitas ke-3 seniman ini atau seribu tahun silam, ingin meneguhkan apa yang dikerjakan Dharmawangsa Teguh di abad ke-10, yang bisa ditandai sebagai tongggal renaisans pertama peradaban Nusantara,” ujar Taufik Rahzen ketua penyelenggara Anugerah Dharmawangsa dari Globali Observatory.

    Menurutnya ke-3 seniman ini layak mendapatkan penghargaan yang tak ubahnya seperti semangat raja Kediri saat menterjemahkan kisah-kisah Mahabharata dalam bahasa Sansekerta secara sistematis dan terencacna ke dalam bahasa Jawa kuno.

    Kisah-kisah itu tertulis dengan baik di daun lontar, ditulis oleh para kawi seperti Mpu Kuturan yang memberikan pijakan penataan Bali dengan kampung adat, Mpu Kanwa yang melahirkan kisah Arjunawiwaha atau Mpu Baradah yang menorehkan kisah Calon Arang.

    Malam Anugerah Dharmawangsa digelar di Museum Nyoman Gunarsa, pada Jumat malam (14/10/2012) di Klungkung Bali oleh Globali Observatory, Yayasan Garuda Wisnu Kencana, didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

    Malam tak biasa itu, menyuguhkan semangat menyebarkan pengetahuan kepada khalayak. Dari titah seorang raja cerita-cerita itu menyebar lewat kidung seorang ibu kepada  anak, tari-tarian serta doa-doa dan lagu yang menyatu dengan alam.

    Aksara telah membuka pikiran kita.[]

     

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here