Ahmad Fauzan Sazli
JAKARTA, KabarKampus – Dihapusnya frasa empat pilar kebangsaan dalam UU Parpol oleh Mahkamah Konstitusi (MK) RI pada pada 3 April lalu, disambut baik oleh pusat Studi Pancasila (PSP) UGM. Mereka menegaskan PSP UGM akan terus mengawal keputusan tersebut.
Prof. Dr. Sudjito, Kepala PSP UGM mengatakan, harus ada langkah konkret untuk mensosialisasikan perubahan ini dan menekankan kembali bahwa Pancasila sebagai dasar falsafah Negara, philosophische grondslag.
Menurutnya, istilah empat pilar kebangsaan selama ini menempatkan Pancasila sejajar dengan tiga yang lain ; UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, diakui Sudjito sebagai bentuk inkonstitusional. Meski istilah empat pilar terlanjur sering disosialisasikan oleh pimpinan MPR, penghapusan istilah empat pilar kebangsaan tersebut mendorong para penyelenggara Negara dan penyusun UU agar lebih paham lagi tentang kedudukan Pancasila.
“Ketika Pancasila tidak lagi sebagai philosophische grondslag, ia bisa diubah, itu berarti pembubaran atas negara,” kata Sudjito kepada wartawan kemarin, Senin (07/04/2014) di kantor Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Filsafat UGM, Prof. Dr. Kaelan, M,S., yang juga menjadi saksi ahli dalam sidang gugatan di MK menegaskan penggunaan istilah empat pilar kebangsaan pada UU No. 2 tahun 2011 adalah melanggar konstitusi negara. Dalam pasal 34 ayat (3b) huruf a menyebut Pancasila sebagai salah satu pilar, padahal sudah jelas, Pancasila adalah dasar negara. Harusnya kedudukan Pancasila tidak setara.
Menurut Kaelan, bukan hanya sebagai way of live, tapi juga sumber ilmu. Oleh karenanya, menurut Kaelan, pembumian Pancasila kepada masyarakat luas menjadi tanggung jawab bersama dan harus terus dilakukan.
Sebelumnya, gugatan atas UU No. 2 Tahun 2011 ke MK dilakukan oleh Masyarakat Pengawal Pancasila (MPP) Jogja Solo Semarang (Joglo Semar). Penggugatan dilakukan pada UU No. 2 Tahun 2011 pada Pasal 34 ayat 3b poin a yang menyebutkan Pancasila sebagai pilar berbangsa dan bernegara.[]