ABC AUSTRALIA NETWORK
Lembaga pemikir bergengsi The Grattan Institute mengungkapkan, sekitar 17 persen bantuan pinjaman pemerintah Australia bagi mahasiswa tidak akan terbayar. Nilainya mencapai 1,1 miliar dollar atau sekitar Rp 11,5 triliun.
Laporan Komisi Audit Nasional Australia tahun lalu menyebutkan, pemerintah telah memiliki piutang senilai 26 miliar dollar (sekitar Rp 260 triliun lebih) kepada mahasiswa dalam bentuk paket program pinjaman bernama HELP.
Dari total bantuan tersebut, sebesar 6 miliar dollar (Rp 60 triliun lebih) tidak diharapkan akan dilunasi oleh mahasiswa.
Di Australia, skema HELP ini memberikan pinjaman uang kuliah bagi mahasiswa, yang baru akan dibayar setelah mahasiswa tersebut mendapat pekerjaan dengan tingkat gaji tertentu. Jika pendapatan mahasiswa peminjam tidak mencapai batas terendah yang ditentukan, maka mahasiswa tersebut belum wajib mengembalikan pinjamannya.
Menurut Direktur Pendidikan Tinggi Grattan Institute Andrew Norton, mahasiswa lulusan jurusan Arts serta mahasiswa perempuan yang kemudian bekerja paruh waktu, yang paling berpotensi tidak melunasi utangnya.
Menurut Norton penting juga bagi pemerintah untuk mengejar pengutang yang telah pindah keluar negeri dan tinggal di sana selamanya atau untuk jangka waktu yang lama.
“Banyak yang bisa dilakukan pemerintah. Bisa menggunakan jasa debt collector misalnya,” katanya kepada ABC.
Namun Ketua Serikat Mahasiswa Nasional Deanna Taylor menampik ide itu. “Saya ingin lihat apa yang akan terjadi bagi keluarga mahasiswa yang memiliki hutang pinjaman tersebut,” katanya.
Seorang mahasiswa dari University of Technology, Sydney, Rachel Chen yang menggunakan bantuan pinjaman hutang ini mengaku tertekan juga jika memikirkan utang tersebut.
“Saya harap sudah mapan secara keuangan jika nanti saya harus membayar kembali pinjaman mahasiswa ini. Saya akan bayar pasti. Saya kira tidak baik kalau kita tidak membayarnya,” katanya. []