More

    Mahasiswa UI Audiensi Dengan Polda Metro Jaya Terkait Kasus Sitok Srengenge

    A. Fauzan Sazli

     

    Ilustrasi, mahasiswa UI audiensi dengan Polda terkait kasus Sitok Srengege. Foto : Fauzan
    Ilustrasi, mahasiswa UI audiensi dengan Polda terkait kasus Sitok Srengege. Foto : Fauzan

    JAKARTA, KabarKampus – Puluhan mahasiswa Universitas Indonesia yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa UI untuk #AdiliSitok menggelar audiensi dengan Kepolisian Polda Metro Jaya DKI Jakarta, Kamis, (14/08/2014). Audiensi tersebut membicarakan kasus dugaan perkosaan yang dilakukan oleh Sitok Sunarto alias SitokSrengenge (SS) terhadapsalahsatumahasiswiUI.

    - Advertisement -

    Ivan Riansa, Ketua BEM UI mengatakan, sebagaimana diketahui, pada Maret 2013, salah satu mahasiswi UI mengalami perkosaan dengan intimidasi mental oleh SS. Kemudian pada 29 November 2013, mahasiswa UI dan kuasa hukumnya tersebut melayangkan laporan ke kepolisian. Pada saat itu Unit PPA Polda Metro Jaya menyarankan untuk menjerat SS dengan pasal 335 KUHP (Perbuatan Tidak Menyenangkan), dan kemudian kuasa hukum meminta untuk menaikkannya ke pasal 285 KUHP (Perkosaan).

    “Namun, dalam proses mencari keadilan, korban menerima beberapa sikap diskriminasi, antara lain kasusnya yang tidak lagi ditangani oleh Ditreskrimum Unit III Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita Polda Metro Jaya, melainkan oleh Subdi rektorat Keamanan Negara,” ungkap Ivan.

    Selanjutnya, menurut Ivan, pelimpahan tersebu tmenimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat banyak. Hal itu karena Subdit Kamneg bukanlah bagian yang tepat untuk menangani kasus perkosaan yang terjadi pada seorang wanita.

    Sementara itu Raihan Abiyan, Ketua BEM FIB UI mengatakan, tidak ada alasan bagi polisi untuk menghentikan penyidikan kasus ini. Kuasa hukum mereka, sudah memberikan bukti-bukti yang mendukung hukum progresif yang dimaksud polisi kepada penyidik. Bukti tersebut berupa dua orang saksi pendukung (korban kekerasan seksual SS lainnya),  keterangan ahli, dan hasil tes psikologis.

    Begitu juga dengan saksi ahli, yang diminta keterangannya merupakan ahli di bidang psikologi dan antropologi hukum yang dapat memperkuat hukum progresif. Namun polisi menolak keterangan keduanya. Begitu pula dengan hasil tes psikologi yang dilakukan oleh Yayasan Pulih.

    “Penyidik lebih memilih menggunakan keterangan ahli yang dihadirkan polisi yang tidak berpengalaman dalam kasus kekerasan seksual,” kata Raihan.

     Menurut Raihan, dalam audiensi tersebut, mahasiswa menuntut tiga hal, yakni, terapkan hukum progresif dalam kasus ini, kembalikan proses penyidikan kasus ini ke Subdit Remaja, Anak dan Wanita Polda Metro Jaya agar sesuai dengan kondisi kasusnya dan tersangkakan Sitok Srengenge segera.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here