George Roberts dan Australia Plus

Krisis pengungsi Rohingya memunculkan tuduhan bahwa Thailand, Malaysia dan Indonesia menolak kedatangan perahu-perahu yang memuat pengungsi minoritas Muslim asal Myanmar tersebut.
Menanggapi krisis pengungsi Rohingya, PM Australia Tony Abbott hari Minggu (17/05/2015) menyatakan pihaknya tidak ingin mengkritisi upaya yang dilakukan negara lain untuk menghentikan penyelundupan manusia di kawasan ini.
Menurut PM Abbott menghentikan perahu merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan nyawa manusia dari kemungkinan tewas di tengah laut.
“Selama masih ada penyelundupan manusia, maka kematian di tengah laut akan terus terjadi dan satu-satunya cara menghentikannya adalah dengan menolak perahu-perahu tersebut,” katanya.
“Pemerintah Australia selalu siap untuk menolak kedatangan perahu dan kami telah membuktikannya secara aman dan efektif,” kata PM Abbott seperti dikutip media lokal.
“Saya tidak kaget jika negara lain melakukan hal yang sama,” tambahnya.
Dalam perkembangan terakhir wartawan ABC melaporkan sedikitnya 1.350 pencari suaka tiba di Aceh dalam dua pekan terakhir.
Sebanyak 677 orang di antaranya berasal dari Myanmar dan Bangladesh, yang diselamatkan oleh nelayan Aceh pekan lalu. Kini mereka ditempatkan di tenda penampungan di kawasan Pelabuhan Langsa.
Menurut pejabat setempat, Usman Abdullah, dana yang dipakai untuk membiayai makanan, air dan pengobatan para pengungsi ini diambilkan dari dana penanggulangan bencana di daerah itu.
Usman Abdullah menyatakan dana tersebut hanya cukup untuk kira-kira dua minggu ke depan.
Sementara itu Malaysia, yang mengaku telah menampung sekitar 120 ribu pengungsi Rohingya, meningkatkan tekanan kepada Myanmar untuk lebih bertanggung jawab terhadap rakyatnya.
“Mana tanggung jawab pemerintah Myanmar, apakah ada panggilan kemanusiaan bagi mereka untuk menyelesaikan masalah internalnya,” jelas Wakil Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin.
Sekitar 250 ribu warga Bangladesh dan Rohingya diperkirakan telah melarikan diri dengan perahu sejak awal tahun ini, dua kali lipat dibandigkan periode yang sama tahun 2014.
Pekan lalu PBB menyatakan pola migrasi yang berisiko kematian akan terus terjadi di kawasan Teluk Bengal kecuali jika Myanmar yang mayoritas beragama Budha menghentikan diskriminasi terhadap minoritas warga Rohingya yang beragama Islam.
Diperkirakan sekitar 1,1 juta orang Rohingya kini dalam situasi stateless dan hidup di bawah tekanan dan kondisi apartheid.
Di tahun 2012 terjadi konflik antara etnis Rohingya dengan etnis Rakhine. Myanmar menyebut Rohingya sebagai “Bengalis”, yang berimpliksi bahwa mereka adalah pendatang dari Bangladesh. Penyebutan ini ditolak orang Rohingya karena mereka telah hidup ratusan tahun turun-temurun di wilayah Myanmar tersebut.
Sekitar 5000 orang Rohingya saat ini diperkirakan masih berada di atas perahu mereka di tengah laut. []