More

    Seven Summits Expedition Sebagai Pembuktian Pada Diri Sendiri

    Dian Indah Carolina.
    Dian Indah Carolina.

    Perempuan yang satu ini tak pernah membayangkan bisa mendaki tujuh gunung tertinggi dunia. Karena untuk mendaki gunung Ciremai saja, ia masih dilarang orang tua.

    Ketika itu, ia baru masuk kelompok mahasiswa pecinta alam Mahitala Unpar. Untuk bisa mendaki Gunung Ceremai, ia harus mengirim surat kepada Ayahnya mengungkapkan perasaannya terhadap gunung dan alam Indonesia. Hingga akhirnya ayahnya luluh dan mengizinkannya mendaki gunung.

    Namun kini ia telah berhasil mengibarkan bendera merah putih di Gunung Carstenz Pyramid, Papua, Indonesia pada Agustus 2014 dan Gunung Elbrus, Rusia serta Gunung Kilimanjaro, Tanzania pada Mei 2015 lalu. Kini bersama dua rekannya ia siap melanjutkan petualangannya menuju Gunung Aconcagua (6.962 mdpl) di Argentina.

    - Advertisement -

    Dia adalah Dian Indah Carolina, mahasiswi Hubungan Internasional Unpar angkatan 2014. Mahasiswi yang akrab disapa Caro ini merupakan anggota termuda dari tim pendakian yang diberinama Tim Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition Mahitala Unpar.

    Caro memulai pendakian seven summits pada 2014 lalu. Ketika itu ia masih berusia 19 tahun dan merupakan anggota baru Mahitala Unpar.

    Ia mengaku, mengenal Mahitala Unpar diperkenalkan guru Bimbingan Belajar (Bimbel) di SMA N 2 Cimahi. Guru tersebut mengatakan, ada organisasi yang menerbangkan seven summits pertama di Indonesia.

    Kemudian, kata Caro, ia masuk kampus Unpar dan langsung mendaftar sebagai anggota Mahitala Unpar. Namun kebetulan saat masuk ada penerimaan untuk tim Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition Mahitala Unpar atau pendakian seven summits khusus untuk perempuan.

    “Ketika itu saya merasa beruntung, karena saya dilahirkan sebagai perempuan. Paling tidak saya bisa seperti pendahulu saya di Mahitala Unpar yang pernah mengibarkan bendera merah putih di tujuh puncak tertinggi di dunia,” kata perempuan kelahiran Bandung 16 Juni 1995 ini.

    Perempuan yang ramah ini memang sangat mengidolakan para pendahulunya di Mahitala Unpar. Menurutnya, para pendaki seven summits Mahitala Unpar adalah orang berdedikasi tinggi hingga bisa mencapat tujuh puncak tertinggi di dunia.

    “Mereka bisa mengangkat nama Indonesia di mata negara lain. Saya sangat respek dan menghargai mereka,” katanya.

    Karena itu kata Caro, menjadi bagian dari Tim Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition Mahitala Unpar merupakan pembuktian kepada diri sendiri. Kalau ia mampu seperti idolanya.

    Tim mahasiswi Mahitala di Gunung Kilimanjaro. Dok. Mahitala
    Tim mahasiswi Mahitala di Gunung Kilimanjaro. Dok. Mahitala

    Putri ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Saifullah dan Lola Lolita ini mengaku, orang tuanya sebagaimana kebanyakan orang tua menginginkan anaknya sukses di dunia akademik, kerja dan sukses dunia akhirat. Namun ia berbeda dari kedua kakaknya yang sangat akademisi.

    “Saya beda sendiri, saya ingin melakukan sesuatu yang berbeda,” ungkap perempuan berkaca mata ini.

    Jadi kata Caro, ketika ia meminta izin untuk mendaki gunung. Orang tuanya tidak segampang itu membiarkan anaknya melakukan kegiatan outdoor.

    Karena itu, ketika akan naik gunung kedua, yaitu Gunung Ceremai, ia sempat dilarang. Sampai akhirnya ia membuat surat buat ayahnya.

    “Suratnya tentang perasaan saya terhadap alam Indonesia. Juga perasaan saya ke orang tua. Dalam surat saya berjanji ngga mungkin melakukan hal bodoh yang membuat mereka khawatir,” ungkap Caro menjelaskan isi surat.

    Awalnya ayahnya keras. Kemudian orang tua Caro mulai percaya dan tiba-tiba mengizinkan. “Respon tersebut semenjak di kasih surat itu. Saya juga kaget. Mungkin dia melihat surat saya sangat tulus,” ungkap Caro tersenyum.

    Kekhawatiran orang tua terhadap Caro juga datang pada saat pendakian seven summits. Pada awalnya mereka juga takut. Tapi mereka tahu anaknya bandel, tidak bisa dilarang.

    Tapi orang tuanya juga tahu anaknya bertanggung jawab dan pernah membuktikan kekhawatiran orang tuanya yang sebelumnya tidak terbukti.

    “Saya pernah membuktikan, pendakian kemarin. Kalau saya di gunung meski saya berdua atau bertiga sudah cukup membuktikan bagaimana caranya menjaga diri,” ungkap Caro.

    Kemudian orang tua lama-lama mengerti. Meskipun tidak begitu rela anaknya mendaki gunung es.

    Menurut Caro sekarang sudah pendakian keempat ia lakukan bersama dua rekannya yang juga perempuan. Ia mengaku mendapatkan banyak pelajaran dari pendakianya tersebut. Diantaranya punya banyak kesempatan untuk bertemu dengan orang banyak dari berbagai negara.

    “Pada awalnya saya ngga berani ngobrol sama orang bule. Sekarang saya paksakan. Sekarang mau ngga mau. Dari sini skill saya juga naik. Saya lebih merasa percaya diri sekarang,” katanya.

    Bagi Caro, berkelilig dunia merupakan impiannya. Lewat berkeliling dunia ia ingin menghasilkan jurnal atau apapun yang bisa menginspirasi orang di luar sana.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here