Perlawanan manusia dan hegemoni kuasa menjadi tema menarik untuk ditulis, dibukukan. Sesungguhnya inilah cara manusia mewarnai peradaban masa depan.
ANTON KURNIA selama ini dikenal sebagai penerjemah sastra asing sekaligus penulis yang rajin menulis tema-tema seputar sastra. Tentu saja ada kelegaan tersendiri ketika mendapati bahwa ternyata buku ini adalah kumpulan esai.
Buku “Mencari Setangkai Daun Surga” berisi catatan-catatan tentang refleksi dan ikhtiar melawan lupa atas isu-isu besar yang melanda dunia, terlebih negara Indonesia. Sebuah kumpulan esai yang mengurai jejak-jejak perlawanan manusia atas hegemoni kuasa
Seperti dalam kata pengantarnya, Anton Kurnia memberi porsi yang melimpah atas upayanya memberi makna pada hidup yang hanya sementara ini dengan mereguk nilai-nilai yang pernah dilahirkan para sastrawan besar, demikian pula usaha memaknai carut sengkarut dunia menjadi sebuah refleksi karirnya di jalan sunyi sebagai seorang penulis.
Buku setebal 384 halaman ini meretas lika-liku dunia sastra Indonesia dan sastra luar; tentang gejolak zaman, juga tragedi, tentang budaya, realitas sosial dan politik kontemporer. Semuanya berkelindan dalam lipatan-lipatan buku yang tentu saja bermanfaat untuk dibaca dan direnungkan.
“Mencari Setangkai Daun Surga” merupakan buku yang berisi sekitar 70 buah esai yang ditulis Anton Kurnia dikisaran tahun 2003 sampai 2015. Sebagian tulisannya ada yang sudah diterbitkan di beberapa media massa, ada juga tulisan-tulisan yang pada mulanya sebagai catatan berupa makalah untuk acara-acara diskusi buku.
Kumpulan esai dipecah-pecah ke dalam sub tema yang menarik untuk dicermati. Pada Bagian 1, “Dari Praha ke Hindia Lama” terdapat 25 buah esai; Bagian 2, “Melawan Lupa, Menolak Mitos” berisi 25 buah esai dan Bagian 3, “Rubah Gurun dan Hantu Komunis” berisi 20 buah esai. Total lengkap ada 70 buah esai sastra, sosial, budaya dan politik yang tidak hanya nikmat dibaca, juga akan menjadi isu yang akan terus menjadi penanda bagi ingatan.
Hal yang tak kalah menarik dari kumpulan esai ini adalah si penulis menyantumkan daftar pustaka dan lembar-lembar indeks. Sesuatu yang jarang saya jumpai dalam buku-buku kumpulan tulisan. Maka nama-nama asing dan ‘aneh’ para sastrawan dan tokoh penting dunia semakin bertaburan di buku ini.
Dalam “Suatu Hari di Praha (Sebuah Tamasya Imajiner)”, Anton Kurnia sedang menjelajahi sebuah negeri asal sastrawan Ceko ternama, Franz Kafka. Esai ini tidak hanya melulu berkisah tentang karya-karya legendaris Kafka, tapi memotret dunia batin penulisnya. Dengan demikian tidak sekedar berhenti pada sekedar puja-puji, melainkan menyodorkan sebuah renungan ihwal dunia manusia, dunia Kafka.
Begitu pula dalam esai ‘Tragedi Buku Kiri’, ‘Pengkhianatan Kaum Inteketual’, ‘Revolusi dan Literasi’, ‘Wiji Tak Pernah Mati’, ‘Komik Horor dan Hantu Komunis’ adalah tema yang secara kebetulan dalam tahun 2016 ini menjadi isu yang tak henti-hentinya hadir dalam ruang-ruang polemik, baik dijagat maya atau dalam kenyataan sehari-hari.
Dalam segala kegaduhan dunia literasi, di dalam esai pamungkas ‘Mencari Setangkai Daun Surga’, Anton Kurnia menutup buku ini dengan harapan.
Sebuah harapan yang dibangun atas kenangan yang indah dan kaya akan nuansa, sebab nyatanya judul untuk buku kumpulan esai ini diambil dari judul komik yang terbit di Medan di harian Siong Po tahun 1959.
“Orang boleh kehilangan segalanya, kecuali harapan. Sebab harapan adalah hal terindah yang dimiliki manusia,” tulisnya dalam sebuah kutipan. Buku yang indah di tahun ini! [Andrenaline]
Judul: Mencari Setangkai Daun Surga: Jejak Perlawanan Manusia Atas Hegemoni Kuasa
Penulis: Anton Kurnia
Penerbit: Ircisod – Divapress, cet. Pertama 2016
Tebal: 384 halaman