Penggunaan kosmetik di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Namun sayangnya bahan yang digunakan didominasi oleh bahan kimia sintetik. Bahan yang memiliki kecenderungan ketergentungan dan bisa membahayakan kulit.
Hal ini mendorong lima mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk memberikan alternatif bahan kosmetik yang aman bagi kulit sebagai pengganti zat kimia. Mereka memanfaatkan ekstrak kulit udang.
Para mahasiswi tersebut adalah Haniswita, Darling Febriani, Clarista Aprisia Purnomo, Meliantha, dan Maria Fransisca. Kelimanya merupakan mahasiswi Mikrobiologi ITB angkatan 2014.
Produk yang mereka teliti dinamakan Aphrose, yaitu biokosmetik hasil ekstraksi astaxanthine dari kulit udang. Esktrasi astaxanthine ini digunakan sebagai pengganti zat kimia yang aman dan memiliki harga yang terjangkau.
“Ide yang kami tawarkan adalah ekstraksi dari limbah kulit udang sebagai biokosmetik. Ide ini berangkat dari permasalahan meningkatnya penjualan produk kosmetik di Indonesia. Namun produk kosmetik itu didominasi bahan kimia sintetik,” kata Haniswita, salah satu perwakilan tim Aphrose.
Ia mengatakan, produk kosmetik dipasaran memiliki kecenderungan ketergantungan bagi penggunanya. Sehingga bisa berbahaya bagi kulit. Oleh karena itu zat kimia sintetik itu mereka ganti dengan astaxanthine dari kulit udang.
“Nah astaxanthine itu nantinya yang akan berperan menggantikan zat kimia yang biasa digunakan,” ungkap mahasiswi yang akrab disapa Wita ini.
Selain harganya terjangkau, ada beberapa manfaat dari astaxanthine ini. Manfaatnya yaitu mengurangi kerutan, garis ketuaan, meningkatkan kelembaban kulit, dan yang paling penting adalah mampu melindungi kulit dari UV.
Proses ekstraksi limbah kulit hudang ini, pertama-tama, kulit udang yang sudah dikoleksi disimpan pada suhu 20 derajat celcius. Kemudian setelah disimpan ditumbuk sampai halus dan dipanaskan pada suhu 110 derajat celcius. Selanjutnya dicampur dengan minyak bunga matahari dan disimpan kembali pada suhu 60 derajat. Nah setelah itu baru dapat ekstraksinya.
Menurut Wita, untuk mendapatkan limbah kulit udang, mereka bekerja sama dengan industri Sea Food yang hanya memanfaatkan dagingnya saja. Sementara kulitnya dibuang.
Wita mengaku, saat ini penelitian Aphrose ia dan teman-temannya masih dalam proses penelitian. Mereka masih mencari kolaborator untuk merealisasikan ide tersebut.
“Untuk merealisasikan ide ini butuh modal yang besar, karena itu kami sekarang ingin mencari kolaborator agar bisa merealisasikan ide ini. Untuk sementara, kami sedang mencari lab dengan harga terjangkau,” kata Wita.[]