
YOGYAKARTA, KabarKampus – Gempa bumi berskala 6,5 skala richter mengguncang wilayah Pidie Jaya, Aceh pada Rabu (6/12/2016). Gempa ini mengakibatkan sebanyak 94 orang meninggal dunia, ratusan orang luka ringan dan berat, serta ratusan rumah dan sekolah dan rumah ibadah rusak.
Gempa Pidie berpusat di darat pada koordinat 5,19 ° LU dan 96,38 BT. Gempa ini memiliki kedalaman 10 kilometer.
Dr. Gayatri Indah Marliyani, S.T., M.Sc., Pakar Gempa UGM mengatakan, gempa bumi yang terjadi disebabkan aktivitas sesar aktif di wilayah Pidie. Sesar ini merupakan cabang dari sesar Sumatera di bagian utara yang berorientasi barat laut-tenggara. Pergerakan sesar ini sudah ada namun belum terpetakan sebelumnya.
“Adanya tekanan dari zona subduksi atau penunjaman di selatan Sumatera memberikan gaya tekan yang kuat ke daerah permukaan dan akibatnya membentuk sesar-sesar yang aktif, gempa terjadi akibat pergerakan dari sesar-sesar ini,” urai Geolog UGM ini.
Menurutnya, goncangan gempa terasa kuat di daerah tersebut, karena di wilayah dekat pusat gempa tersusun oleh batuan yang tidak kompak. Gelombang gempa merambat lebih cepat pada batuan kompak dan melambat ketika melewati batuan yang lepas-lepas.
“Ketika melewati daerah dengan batuan yang lepas-lepas, amplitudo gelombang gempa akan membesar untuk bisa merambatkan energi yang sama, sehingga getaran yang dirasakan pada daerah ini lebih kuat. Getaran yang kuat dari gempa bumi ini juga bisa menimbulkan longsoran,” jelasnya.
Gayatri yang merupakan anggota tim revisi peta gempa nasional ini, menjelaskan, gerakan sesar yang bersifat mendatar dan terjadi di kedalaman yang dangkal, membuat gempa ini tidak berpotensi menimbulkan tsunami. Namun gempa yang terjadi bersifat merusak, terutama disebabkan oleh kedalamannya yang dangkal dan terjadi di kawasan pemukiman padat penduduk.
“Banyaknya kerusakan disebabkan karena jarak antara pusat gempa dengan permukaan sangat dekat dan energi yang dilepaskan besar. Sehingga ketika mencapai permukaan gelombang dengan energi yang besar ini bersifat merusak,” paparnya.
Meskipun tidak berpotensi tsunami, Gayatri meminta masyarakat untuk tetap waspada dan mengantisipasi kejadian gempa susulan. Gempa gempa susulan memiliki kekuatan yang lebih kecil dan akan terus menurun. Namun gempa susulan ini harus diantisipasi dengan memeriksa kondisi bangunan. Karena bangunan sudah rusak atau retak parah, akan merobohkan bangunan meski gempanya kecil.
Pentingnya Mitigasi Bencana
Gayatri menekankan pentingnya upaya mitigasi bencana gempa. Salah satu langkah yang perlu segera dilakukan adalah memetakan jalur sesar atau patahan aktif di seluruh kawasan Indonesia, terutama di kawasan padat penduduk atau perkotaan.
“Indikasi bahwa sesar ini aktif adalah adanya kegempaan di daerah sesar tersebut. Ketika sesar bergerak dan menimbulkan gempa, sesar ini akan cenderung bergerak lagi di masa yang akan datang,” urainya.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian geologi secara mendalam tentang sejarah kegempaan di sepanjang sesar tersebut. Penelitian untuk menyingkap sejarah gempa di masa lalu, jauh melampaui batas rekaman sejarah. Selain itu, setelah terjadi gempa sebaiknya langsung melakukan pemetaan.
“Pemetaan setelah gempa penting dilakukan untuk mengetahui potensi gempa di masa mendatang,” pungkasnya.[]