Ikan air tawar yang satu ini bentuknya unik dan bisa membuat siapa saja tertarik dengannya. Namun keberadaanya di Indonesia berbahaya dan mengancam fauna akuastik di Indonesia.
Ikan ini adalah ikan Arapaima Gigas, endemik sungai Amazon di Amerika Selatan. Masyarakat sekitar Amazon menyebut Arapaima gigas dengan sebutan Pirarucu atau ikan merah. Penamaan ini berdasarkan pancaran kemerahan dari sisik-sisik ke arah ekor dan juga warna kemerahan-oranye dari dagingnya.
Pada hari Senin, (24/06/2018), ikan seukuran tinggi orang dewasa ini ditemukan di sungai Brantas, Jawa Timur dan sempat mengundang perhatian banyak pihak. Hal tersebut karena keberadaannya terlarang untuk masuk ke wilayah Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 41 tahun 2014.
Mengancam ikan-ikan asli Indonesia.
“Arapaima gigas sangat berbahaya bagi ikan asli Indonesia karena bersifat predator”, ujar Renny Kurnia Hadiaty, peneliti bidang iktiologi atau biologi ikan dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, dalam keterangan persnya, Jumat, 29/06/2018)
Menurut Renny, Arapaima gigas tidak hanya memangsa ikan, tapi juga udang, katak, bahkan burung yang terbang di dekat permukaan air. Keberadaan Arapaima gigas dapat menjadi kompetitor bagi ikan asli dalam mendapat makanan maupun pemanfaatan ruang bila ukurannya sama dengan ikan asli.
“Mengingat ukurannya yang besar, tentu bisa menghabiskan fauna akuatik asli di perairan tersebut. Apalagi dengan daya adaptasi di lingkungan yang buruk dengan kadar oksigen rendah sekalipun serta kemampuan bereproduksi yang dapat mencapai 50 ribu butir dalam sekali pembuahan,” tutur Renny.
Selain itu tambah Renny, kemampuan bertahan ikan Arapaima Gigas di perairan umum sangat baik, meskipun kondisi perairan yang tidak bagus. Hal itu karena ikan ini dapat mengambil oksigen langsung dari udara.
“Struktur insang hanya berfungsi saat masih juvenil (remaja). Seiring dengan pertumbuhan ikan itu, insang tersebut mengalami transisi menjadi paru-paru primitive yang memungkinkan ikan ini untuk beradaptasi di lingkungan yang buruk dan rendah kadar oksigen sekalipun,” tambah Renny.
Sementara itu Dr. Haryono, M.Si., yang juga, Peneliti Iktiologi Pusat Penelitian Biologi LIPI mengungkapkan, di negara asalnya, Brasil, ikan Arapaima Gigas sudah mengalami overfishing. Sehingga, pemerintah Brasil melarang untuk menangkapnya sejak tahun 2001.
“Namun illegal fishing masih terus berlanjut hingga diduga populasinya semakin menurun,” katanya.
Arapaima gigas sendiri masuk dalam daftar Convention International Trade in Endangered (CITES) dan tergolong Appendix II. Artinya Arapaima gigas ini belum mengalami kepunahan, namun harus dikontrol perdagangannya untuk mencegah hal-hal yang berimbas pada kelestarian dan keberadaannya di alam.
Bila Bertemu Harus Ditangkap
Dr. Haryono dan Renny menyarankan kepada masyarakat bila menjumpai ikan ini di perairan umum agar segera ditangkap. Kemudian segera dikeluarkan dari perairan.
“Dagingnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar karena di negara asalnya pun daging ikan ini bisa dikonsumsi,” tuturnya,” tambahnya.
Menurut keduanya, peraturan larangan masuknya ikan Arapaima Gigas ke perairan Indonesia telah diterapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan tahun 2014. Mereka menyarankan agar segera dilakukan sosialisasi pada para pelaku, pengusaha, dan pemelihara ikan hias serta segera diterapkan, dikenakan sanksi bagi para pelanggar aturan tersebut.[]